Jakarta (ANTARA) - Seniman aktif Taman Ismail Marzuki Radhar Panca Dahana mengatakan keberadaan hotel dalam revitalisasi yang dilakukan Pemprov DKI di pusat kesenian Taman Ismail Marzuki memiliki pendekatan yang keliru dengan mengedepankan sisi komersial.
"Iya dianggap sebagai 'cost center' melulu, duit doang. Mereka bikin jalan keluar yang keliru. Nah ini makanya seperti kami bilang mau revitalisasi apapun boleh saja tapi ajak bicara seniman sebagai stakeholder utama dari TIM itu mereka yang menggerakkan TIM itu karya-karya yang membuat reputasi," kata Radhar saat dihubungi.
Baca juga: Jakpro akui tak kuasai materi kesenian untuk kelola TIM
Baca juga: Jakpro: TIM akan jadi tempat ikonik yang 'instagramable'
Baca juga: Seniman TIM tolak pembangunan hotel dalam revitalisasi kawasan
Radhar juga mengatakan keputusan Jakpro mendirikan hotel tidak sejalan dengan visi menjadikan TIM sebagai pusat kesenian bagi para seniman yang telah besar dan tumbuh bersama dalam wadah untuk berekspresi itu.
"Karena kebudayaan itu bukan cost. Kebudayaan itu investasi. Selama ini pendekatannya kesenian itu seolah- olah buang duit gitu. Itu keliru besar.," kata Radhar.
Investasi kebudayaan yang dimaksud Radhar adalah investasi dari segi imateriil yang tidak dapat dibandingkan dengan keuntungan yang nantinya didapatkan dari biaya sewa hotel yang dijanjikan oleh Jakpro.
"Ukurannya berbeda, ukurannya bagaimana kita membuat manusia yang berintrgritas. Punya kepribadian, tidak korup, tidak bohong, tidak manipulatif dan lain lain," kata sastrawan itu.
Oleh karena itu seluruh seniman yang aktif di Taman Ismail Marzuki melakukan sebuah pernyataan yang bernama "Pernyataan Cikini" yang isinya menolak Jakpro mengelola TIM dan mendirikan hotel di pusat kesenian itu.
Menurut Radhar yang juga ketua dari para seniman TIM, hingga saat ini dirinya serta seniman lainnya yang menandatangani Pernyataan Cikini tidak pernah diajak untuk berdiskusi oleh Jakpro terkait pembangunan hotel bintang lima yang akan bernama Wisma TIM.
"Jakpro itu hanya ngomong sama beberapa orang yang beberapa orang yang tidak mewakili dan merepresentasi seniman di Jakarta. Mereka merepresentasi kepentingan mereka pribadi ya kan dan saya bilang ke teman-teman "nanti juga mereka kejedot" dan mereka sudah kejedot kena PHP akhirnya mereka kembali mendukung kita ada orang-orang begitu," ujar Radhar.
Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019