Jakarta (ANTARA News) - Sekolah Tinggi Agama Islam "Raden Qosim" Lamongan merupakan contoh ideal untuk membenahi umat Islam yang banyak tertinggal di banyak bidang, khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dan bidang pertanian dan ekonomi. Menteri Pertanian, Anton Apriyantono mengemukakan hal tersebut saat peresmian berdirinya universitas ini di desa Banjaranyar, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Senin. Umat Islam harus membenahi dirinya untuk bisa dikenal di Internasional melalui jalur pendidikan, yakni belajar serta mengamalkan ilmunya untuk kemaslahatan umat manusia, kata Mentan di hadapan ribuan santri di kompleks STAIR, yang berdirinya diresmikan oleh Ketua Kopertis Wilayah IV, Prof Dr H Muhammad Nasir Ridwan MA.Menurut Mentan, jika umat Islam tidak mengerti ilmu ekonomi maupun ilmu pertanian serta ilmu-ilmu lainnya, maka umat Islam akan tertinggal dan akan merugikan diri sendiri. STAIR adalah contoh ideal untuk membenahi kemampuan diri umat Islam karena di perguruan tinggi ini diajarkan, dua ilmu, agama (Islam) dan pengetahuan umum. "Agama (Islam) akan membimbing bagaimana umat Islam berilmu dan mengamalkan ilmunya dengan cara yang diridhoi oleh Allah SWT," kata Mentan yang didampingi Sekjen dan sejumlah Dirjen dalam Safari Ramadhannya ini. Sekolah Tinggi Agama Islam "Raden Qosim" Lamongan mulai Tahun Akademik 2008/2009 menerima mahasiswa/wi baru. Perguruan Tinggi ini baru memiliki dua Program: Program Studi Pendidikan Bahasa Arab, dan Program Ekonomi Islam. Adapun beasiswa yang ada di Perguruan Tinggi ini, diantaranya Supersemar, Peneliti Muda, BKM, dan Toyota Foundation. Sementara itu, Prof Dr KH Abdul Ghofur, keturunan ke-7 Sunan Drajat -- salah satu Walisongo -- yang merupakan sesepuh Pesantren Sunan Drajat mengatakan, STAIR yang didirikan dibawah Yayasan Pondok Pesantren Sunan Drajat ini melewati peristiwa yang panjang sebelum berdirinya. Pesantren Sunan Drajat, menurut Abdul Ghofur, merupakan pesantren yang didirikan oleh salah satu anggota Walisongo ini ratusan tahun lalu. Setelah pesantren ini dilanda gempa yang meratakan bangunannya dengan tanah sekitar 500 tahun lalu, maka pesantren ini dihidupkan kembali. Pada Tahun 1975, anak cucunya sebagai keluarga besar Sunan Drajat bersama sesama Muslim menghidupkannya kembali Pondok Pesantren ini untuk membina umat Islam. Para penuntut ilmu di pesantren ini dari tingkat Taman Kanak-kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT). Perkembangan santrinya sangat pesat. Dalam tempo tidak lama, para penuntut ilmu di Pondok Pesantren ini berasal dari dalam dan luar negeri Untuk menggerakkan roda Pondok Pesantren Sunan Drajat ini, para pengurus melengkapinya dengan berbisnis. Bisnis yang dikelola oleh mereka kebanyakan bisnis besar, seperti pasar swalayan dan pabrik pupuk, yang telah mengekspor pupuknya ke luar negeri. Upaya bisnis yang dilakukan para pengasuh Pondok Pesantren ini tidak lain untuk membiayai para santrinya dari TK hingga perguruan tinggi yang hanya dipungut sedikit biaya. Sebagian besar biaya sekolah maupun kuliah serta biaya hidup sehari-hari para santri, yang kini berjumlah sekitar 9.000, ditanggung oleh Pondok Pesantren Sunan Drajat ini.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008