Medan (ANTARA News) - Diputuskannya usia pensiun hakim agung menjadi sampai 70 tahun dinilai tidak produktif sekaligus sangat aneh, karena tidak didukung alasan-alasan yang kuat dan objektif."Terkesan subjektif dan memuat kepentingan tertentu. Perpanjangan usia pensiun hakim agung tidak hanya menghambat karir hakim muda, tapi juga tidak produktif," ujar mantan pengacara senior yang juga anggota DPRD Sumut, Abdul Hakim Siagian, SH, MHum, di Medan, Senin.Menurut dia, selain sudah uzur secara fisik usia 70 tahun juga sudah uzur secara intelektual. Secara alamiah, semakin tua usia seseorang, akan semakin berkurang kemampuan pendengaran, penglihatan, daya pikir dan daya tahan tubuhnya."Kondisi ini sudah hukum alam. Mungkin pemikirannya masih bagus, tapi fisiknya berkurang atau sebaliknya," ujar anggota dewan dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu.Dari beberapa tinjauan, katanya, memperpanjang usia pensiun hakim agung lebih besar mudaratnya ketimbang manfaatnya, dan seharusnya pemerintah mempertahankan usia pensiun hakim agung 65 tahun.Karena, lanjut Siagian, usia produktif manusia Indonesia hanya sebatas 60-an tahun. "Hidup manusia itu berproses mulai dari janin-bayi-balita-remaja-dewasa-tua dan kemudian kembali ke anak-anak ketika dia sudah uzur. Jika seseorang berusia 70 tahun masih diberi kepercayaan, kinerjanya hampir dipastikan tidak akan maksimal lagi," katanya.Lebih jauh Caleg PAN untuk DPR-RI dari daerah pemilihan Sumut 3 itu mengatakan, memperpanjang usia pensiun hakim agung terkesan mengabaikan faktor-faktor objektif, karena mereka tidak akan bisa lagi "dilecut" untuk menuntaskan puluhan ribu kasus yang menumpuk di Mahkamah Agung (MA)."Pada akhirnya memperpanjang usia pensiun hakim agung mau tidak mau hanya akan membuat pekerjaan MA kian menumpuk dan semakin tidak terselesaikan," ujar Hakim Siagian.Ke depan, menurut dia, menjadi tugas berat DPR untuk menjelaskan kepada publik terkait keputusan yang diambil dengan memperpanjang usia pensiun hakim agung."DPR harus bisa memberi penjelasan yang masuk akal terkait keputusan itu, karena keberadaan hakim agung sangat erat kaitannya dengan kepastian hukum, peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan sebagai azas penegakan hukum, mengingat tumpukan perkara di MA sangat-sangat luar biasa banyaknya," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008