Gorontalo (ANTARA News) - Gara-gara terlanjur menjanjikan penganugerahan gelar adat (pulanga) kepada Sri Sultan Hamengkubuwono X, Fadel Muhammad terpaksa dikenakan denda adat sebesar 16 juta rupiah.Fadel yang memiliki gelar adat "Te Tapulu" atau putra mahkota tersebut, dinilai telah melanggar mekanisme adat dalam rencana penganugerahan yang akan dilakukan pada 6 Oktober 2008 mendatang."Pemberian gelar adat itu seharusnya lahir dari musyawarah adat atau meminta izin terlebih dahulu. Tapi karena beliau terlanjur menjanjikan kepada Sri Sultan, akhirnya dikenakan denda adat sebesar 16 juta rupiah," kata David Bobihoe, salah seorang pemilik gelar adat tertinggi "Tauwa Lo Lahuwa" atau pemimpin yang memiliki wibawa.Meski demikian, kata dia, hasil musyawarah mufakatatau "dulohupa" yang diputuskan oleh seluruh para pemuka adat di Gorontalo itu, akhirnya menyetujui pemberian gelar adat kepada Sri Sultan Hamengkubuwono tersebut agar tak menimbulkan polemik.Sementara itu, seluruh Bupati di Gorontalo yang juga memiliki gelar adat "Tauwa", meminta agar lembaga adat kembali mempertimbangkan penganugerahan tersebut agar tidak menimbulkan pro dan kontra di masyarakat."Kita harus tahu dulu apa ilomata atau karya yang telah diberikan orang yang akan diberi adat itu kepada Gorontalo, karena ilomata merupakan kriteria utama," tukas Iwan Bokings, pemilik gelar adat Tauwa yang juga Bupati Boalemo.Terlebih, kata dia, jika rencana tersebut tersebut ternyata berlatar belakang politis, karena pada saat penganugerahan akan hadir pula sejumlah tokoh Partai Golkar dari beberapa DPD I.Menurut pakar adat dan budaya Gorontalo, Alim Niode, pemberian gelar adat kepada Sri Sultan sebaiknya jangan dulu dilakukan, karena belum dilandasi alasan yang kuat untuk bisa diterima oleh masyarakat Gorontalo."Harus kuat dulu alasannya, mengapa diberi gelar adat kepada beliau. Sebab selama ini belum ada ilomata atau karya yang sudah disumbangkan untuk masyarakat Gorontalo,"jelasnya.Menanggapi denda adat yang dikenakan terhadap Fadel, ia mengatakan dalam ranah adat Gorontalo, hal tersebut merupakan sebuah aturan yang harus dipatuhi oleh seluruh pemilik gelar adat jika melakukan suatu kesalahan.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008