Campaigner Greenpeace East Asia Seoul Office Minwoo Son kepada ANTARA usai memberikan keterangan pers bersama Greenpeace Indonesia di Jakarta, Senin, mengatakan saat pertemuan Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) di Incheon pada 2018, Pemerintah Korsel memang mengatakan akan berbuat lebih banyak untuk memitigasi dan melakukan aksi mengatasi dampak perubahan iklim.
Namun demikian, menurut Minwoo, apa yang mereka lakukan sebenarnya berlawanan, seperti contohnya masih melakukan investasi besar di luar negeri untuk proyek batubara, termasuk di Indonesia.
Baca juga: Greenpeace: 6500 meninggal akibat polusi batu bara di Indonesia
Baca juga: Kementerian LHK : PLTU Jepara efektif tekan polusi
Pemerintah Korsel memang menyatakan akan meningkatkan hingga 35 persen penggunaan energi baru terbarukan (EBT) di 2040. Bersamaan dengan itu mereka akan mengurangi jumlah PLTU batubara yang beroperasi di sana dari 45 persen total keseluruhan ke sekitar 20 persen saja.
Namun demikian mereka tidak pernah menyebutkan bagaimana kebijakan pengurangan emisi GRK itu untuk diterapkan di luar negeri.
Laporan baru yang dirilis oleh Greenpeace Asia Timur dari kantor Seoul menyebutkan pendanaan Korsel untuk pembangkit batubara di luar negeri yang sangat berpolusi diproyeksikan dapat menyebabkan 47.000 hingga 151.000 total kematian dini selama 30 tahun di negara-negara seperti Vietnam, Indonesia dan Bangladesh.
Melalui lembaga keuangan publik (PFA), malah membiayai pembangkit listrik tenaga batubara di luar negeri yang dapat melepaskan polusi udara hingga 33 kali lebih buruk daripada yang dibangun di Korea Selatan.
Baca juga: Perusahaan batu bara Tiongkok upgrade PLTU-nya guna kurangi polusi
Baca juga: PLTU Batang sosialisasikan penggunaan teknologi ramah lingkungan
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara Tata Mustasya mengatakan pembakaran batubara melepaskan partikel polutan yang menembus ke dalam sel darah manusia, merusak setiap organ dalam tubuh, menyebabkan mulai dari demensia hingga membahayakan anak-anak yang belum lahir. Batu bara juga merupakan kontributor terburuk tunggal untuk krisis iklim global.
Salah satu pembiayaan batubara Korea Selatan di Indonesia adalah PLTU Jawa 9 dan 10 dengan kapasitas 2 X 1.000 megawatt (MW), yang berlokasi di Suralaya, Banten. Berdasarkan pemodelan yang dilakukan oleh Greenpeace, jika rencana ekspansi ini tetap dibangun dan beroperasi, diprediksi akan mengakibatkan 4.700 kematian dini selama 30 tahun masa operasi pembangkit listrik tersebut.
Kematian dini tersebut disebabkan oleh berbagai penyakit pernapasan serius akibat debu batu bara yaitu, paru-paru obstruktif kronis, kanker paru, ISPA, diabetes, hingga stroke.
Baca juga: Ahli paparkan efek pembakaran batu bara di sidang PLTU Bengkulu
Baca juga: Peneliti nilai pembangunan PLTU tidak pengaruhi langsung kesehatan
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019