"Nantinya (hotel) hasilnya itu jadi optimalisasi, bukan komersialisasi. Itu akan dikembalikan kepada TIM juga. Siapa pun yang mengurus, bahkan kalau Jakpro tidak jadi pengelola, ya tidak masalah juga," kata Dwi saat menjelaskan alasan pembangunan hotel kawasan TIM di kantornya Thamrin City, Senin.
Baca juga: Seniman TIM tolak pembangunan hotel dalam revitalisasi kawasan
Baca juga: Setelah XXI ditutup, akan dibangun bioskop baru di TIM
Baca juga: Jakpro fokus tingkatkan interior-eksterior fase kedua revitalisasi TIM
Menurut Dwi, pembangunan hotel berbintang lima yang akan bernama Wisma TIM itu merupakan pondasi agar kawasan seni itu dapat mengembalikan APBD yang digunakan dalam revitalisasi.
Lebih lanjut Dwi mengatakan pihaknya tidak akan sama sekali mengubah spot seni sehingga titik- titik budaya yang ada tidak hilang.
"Tak ada satu pun yang hilang, planetarium kita pertahankan, ini adalah 'heritage'. Cuma semua kita modernkan," kata Dwi.
Sebelumnya, para seniman menolak adanya pembangunan hotel dalam revitalisasi kawasan pusat kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki yang akan dikelola oleh PT Jakarta Propertindo (Jakpro).
"Kami bukannya menolak revitalisasi TIM, yang kami tolak pembangunan hotelnya. Itu kan tidak sesuai dengan citra TIM sebagai art center," kata salah satu seniman TIM Arie F Batubara saat dihubungi.
Para seniman TIM menilai dengan adanya hotel yang direncanakan berbintang lima itu maka lambat laun orientasi kawasan budaya akan tergerus menjadi kawasan komersial.
Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019