Jakarta (ANTARA News) - Komisioner KPPU M. Iqbal dan pengusaha Billy Sundoro sudah berstatus tersangka dan ditahan. Keduanya dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a dan b atau pasal 12 huruf a dan b, atau pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Iqbal ditangkap oleh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ketika diduga menerima uang dari seorang pengusaha berinisial Billy. Billy memberikan tas warna hitam yang berisi uang Rp500 juta kepada Iqbal.Transaksi pemberian uang itu berlangsung di salah satu lift hotel Aryaduta, Jakarta Pusat.Selain kedua orang itu, tim KPK juga menangkap tiga orang lain, yaitu sopir Iqbal berinisial Br, Asisten Pribadi Billy berinisial Bd, dan seorang "office boy" Hotel Aryaduta berinisial G.Pemberian itu diduga terkait sengketa hak siar Liga Utama Inggris yang melibatkan perusahaan televisi berlangganan Astro All Asia Networks, Plc dan PT Direct Vision (PTDV) serta beberapa televisi berbayar lainnya. Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah mengatakan, KPK menduga pemberian uang Rp500 juta kepada M. Iqbal terkait dengan perkara yang ditangani oleh KPPU sejak September 2007 itu. "Dari hasil analisa kita, kasus itu terkait perkara KPPU September 2007," kata Chandra. Hingga kini KPK belum membeberkan identitas Billy yang diduga memberi uang Rp500 juta kepada Iqbal. Berdasar penelusuran, Direct Vision adalah salah satu bidang usaha yang terafiliasi dengan Grup Lippo. Nama Billy Sundoro sering mucul dalam aktivitas bisnis Grup Lippo. Saling terkait Dugaan KPK tidak tanpa alasan. Paling tidak, dugaan itu selaras dengan fakta-fakta yang saling terkait, salah satunya bahwa KPPU memihak PT Diract Vision dalam putusannya. Dalam putusan tertanggal 29 Agustus 2008, KPPU menyatakan PT Direct Vision, sebuah perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh Grup Lippo melalui PT Ayunda Prima Mitra, tidak melakukan monopoli hak siar Liga Utama Inggris. Pada awalnya, Liga Utama Inggris disiarkan melalui Free to Air (FTA) TV pada 1991 hingga pada musim 2004-2007. Selain disiarkan melalui FTA TV, juga disiarkan melalui seluruh Televisi berbayar yang ada di Indonesia. Untuk musim 2007-2010, tayangan Liga Inggris secara eksklusif ditayangkan pada Televisi berbayar Astro yang berpusat di Malaysia. All Asia Multimedia Networks (AAMN), anak perusahaan Astro All Asia Networks, Plc (AAAN) yang memegang lisensi penyiaran Liga Utama Inggris di kawasan Asia bisa menayangkan liga bergengsi itu di Indonesia hanya jika menggandeng investor lokal. Oleh karena itu, All Asia Multimedia Networks menggandeng PT Ayunda Prima untuk membentuk PT Direct Vision. PT Ayunda Prima Mitra adalah sebuah perusahaan yang seluruh sahamnya dikuasai oleh PT First Media, sebuah perusahaan yang terafiliasi dengan Grup Lippo. Hak siar eksklusif yang dimiliki Astro melalui PT Direct Vision tersebut memicu Indovision, Telkomvision, dan IndosatM2, serta beberapa kelompok masyarakat melaporkan dugaan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat kepada KPPU. Tidak tanggung-tanggung, para pelapor melaporkan beberapa pihak sekaligus, yaitu PT Direct Vision (Terlapor I), Astro All Asia Networks, Plc. (Terlapor II), ESPN STAR Sports (Terlapor III), dan All Asia Multimedia Networks, FZ-LLC (Terlapor IV). Dalam putusannya, KPPU menyatakan, Astro All Asia Networks, Plc (AAAN), All Asia Multimedia Networks (AAMN), dan PT Direct Vision (PTDV) tidak menggunakan kekuatan monopolinya di Malaysia guna menekan ESPN STAR Sports (ESS) untuk menyerahkan hak siar Liga Inggris wilayah Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan tidak ditemukannya bukti-bukti yang menunjukkan penggunaan kekuatan monopoli oleh Astro Group, baik selama proses negosiasi antara Astro Group dengan ESS maupun dari perbandingan nilai pembelian hak siar Liga Inggris untuk wilayah Malaysia dan wilayah Indonesia. Secara gamblang, KPPU menyatakan PT Direct Vision adalah salah satu termohon yang tidak dapat dipersalahkan atas tuduhan monopoli hak siar Liga Utama Inggris. Selama perkara itu bergulir di KPPU, Astro mengambil langkah mengejutkan dengan memutuskan hubungan dengan PT Direct Vision, dan beralih kepada Aora TV. Langkah itu memicu reaksi PT Direct Vision karena perusahaan yang sebagian dimiliki oleh Grup Lippo itu terancam kehilangan pangsa pasar penikmat Liga Utama Inggris. Keberpihakan KPPU kepada Grup Lippo tidak hanya dengan menyatakan PT Direct Vision bersih dari tuduhan monopoli, tetapi juga memerintahkan Astro tetap bermitra dengan PT Direct Vision untuk menayangkan Liga Utama Inggris. Jika tidak bisa disebut memihak, putusan KPPU itu paling tidak telah menguntungkan PT Direct Vision, karena petinggi perusahaan itu bisa menghela napas panjang pertanda katakutan hilangnya pelanggaan sudah bisa teratasi. Dan itu tidak lepas dari peran serta KPPU. Hal yang mencengangkan adalah, M. Iqbal adalah salah satu anggota tim sidang majelis perkara tersebut. Selain Iqbal, dua komisioner KPPU yang terlibat dalam penanganan perkara itu adalah Anna Maria Tri Anggraini dan Benny Pasaribu. Iqbal kini meringkuk di balik terali besi penjara setelah ditangkap oleh petugas KPK karena diduga menerima uang Rp500 juta dari Billy, seorang yang diduga trkait dan memiliki hubungan baik dengan Grup Lippo yang menjadi salah satu sumber dana PT Direct Vision. Sementara itu, KPPU melalui para komisionernya ramai-ramai berkilah bahwa putusan perkara Astro tidak terkait dengan kepentingan manapun. Membantah Beberapa jam setelah Iqbal tertangkap pada 16 September 2008, sejumlah pejabat KPPU mendatangi gedung KPK. Mereka ingin melihat kondisi rekannya. Namun, niat mereka terhalangi dengan tata cara KPK yang cukup ketat ketika sedang menangani perkara dugaan korupsi, apalagi kasus tertangkap tangan. Para komisionerpun urung bertemu dengan Iqbal. Pada tengah malam, para komisioner memutuskan untuk meninggalkann gedung KPK. Sebelum beranjak, mereka menyempatkan diri untuk menemui sejumlah wartawan. Itulah kali pertama para komisioner membantah bahwa kinerja KPPU terpengaruh oleh kepentingan pihak tertentu. Ketua KPPU Syamsul Maarif mengatakan, KPPU tidak pernah mendapat "nilai merah" selama hampir delapan tahun berkiprah. Dengan mata berkaca-kaca, Syamsul menegaskan kredibilitas yang susah payah dibangun hancur hanya dengan penangkapan Iqbal. Tidak hanya membantah keterlibatan institusi KPPU dalam dugaan suap Iqbal, Syamsul bahkan menegaskan pihaknnya tidak akan segan-segan untuk menjatuhkan hukuman kepada Iqbal jika benar yang bersangkutan terbukti menerima suap. "Itu segera akan kita bahas," kata Syamsul. Syamsul mengatakan, setiap komisioner KPPU harus mematuhi kode etik, salah satunya tentang larangan untuk bertemu pihak berperkara. Bobot hukuman yang mungkin dijatuhkan beragam, mulai dari teguran dan usulan pemberhentian oleh Presiden RI yang disetujui oleh DPR. Meski demikian, katanya, KPPU tetap memberlakukan asas praduga tak bersalah sampai proses hukum menyatakan Iqbal bersalah. Sehari kemudian, bantahan datang dari komisioner KPPU Benny Pasaribu. Benny berdalih bahwa putusan perkara persaingan hak siar Liga Utama Inggris yang melibatkan Astro All Asia News Network justru menguntungkan publik dan tidak terkait dengan kasus apapun "Saya tidak melihat menguntungkan siapapun selain menguntungkan konsumen," kata Benny. Benny mengatakan, menjelang putusan perkara terjadi konflik di dalam tubuh PT Direct Vision, sebuah perusahaan patungan Astro dengan PT Ayunda Prima Mitra yang juga terafiliasi ke Grup Lippo. Menurut Benny, KPPU berpandangan siaran Liga Utama Inggris harus tetap bisa dinikmati oleh konsumen, terutama mereka yang telah membeli peralatan untuk berlangganan. "Kita tidak ingin Astro meninggalkan konsumennya," kata Benny yang juga tergabung dalam tim sidang majelis perkara Astro. Benny menambahkan, putusan KPPU untuk tetap mempertahankan siaran Liga Utama Inggris juga untuk memberi waktu kepada Astro dan PT Direct Vision untuk menyelesaikan masalah internal mereka. Sesaat menjelang putusan, KPPU menerima sedikitnya ada enam surat yang menyatakan pemutusan hubungan antara Astro dan PT Direct Vision, sehingga kemungkinan berdampak dalam penayangan Liga Utama Inggris. Semua boleh berkilah, semua juga boleh menuduh. Namun yang jelas uang Rp500 juta sempat "mampir" ke tangan Iqbal. Bola sekarang dikuasai KPK. Mampukah KPK menimang bola itu, sehingga tuduhan suap terbukti bukan hanya sekedar fitnah?(*)

Pewarta: Oleh F.x. Lilik Dwi Mardjianto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008