Jakarta (ANTARA News) - Kasus suap anggota Komisi Persaingan Usaha (KPPU) M Iqbal menjadi momen tepat untuk menyempurnakan UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. "Peristiwa ini dapat menjadi titik masuk untuk melakukan intropeksi dan koreksi kelemahan dari pelaksanaan pengawasan persaingan usaha," kata mantan Ketua KPPU Sutrisno Iwantono di Jakarta, Minggu. Sejak KPPU menangani kasus-kasus besar, fungsi KPPU sebagai jaksa sekaligus hakim yang memutuskan perkara, dikritik masyarakat karena dianggap "super power" (mempunyai kewenangan sangat besar). "Karena kekuasaan sebagai penuntut umum atau jaksa dan juga sebagai pemutus atau hakim berada di tangan yang sama sehingga memungkinkan konflik kepentingan saat menangani perkara," kata Sutrisno. Kedua fungsi ini membuat KPPU berpotensi tidak netral dan rawan kolusi. Sutrisno mengkritik pasal di UU yang tumpang tindih dengan pasal yang lain seperti ketentuan mengenai kartel dan meminta agar ada lembaga yang mengawasi KPPU saat menangani perkara. Sutrisno juga mengkrtik para pengusaha karena yang menawarkan suap juga pengusaha. "Kalau pengusaha tidak tawarkan (suap) tidak mungkin terjadi suap. Jadi pengusaha juga intropeksi," katanya. Seharusnya, pengusaha mengerti aturan persaingan usaha sehingg tidak asal mengadukan kasus. " Sutrisno menilai perlunya sosisalisasi ketentuan persaingan usaha kepada pengusaha.(*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008