Jakarta (ANTARA) - Sepintas, Prixa tak jauh berbeda dari platform kesehatan lain yang menawarkan pelayanan konsultasi untuk berbagai keluhan kesehatan penggunanya.

Namun pada hasil akhirnya, pengguna akan mengetahui penyakit yang kemungkinan diderita sebelum memutuskan berkonsultasi secara langsung kepada dokter.

CEO Prixa James Roring mengatakan, Prixa menggunakan teknologi berbasis Artificial Intelligence (AI) di bawah pengawasan ahli kesehatan untuk menganalisis penyakit pengguna, bukan robot percakapan atau chatbot.

"Ini bukan chatbot, tetapi mesin diagonsa. Kami berbasis teknologi AI, dimulai dari pilar pertama yang saat ini kami fokuskan yakni bagaimana bisa mengakses pelayanan kesehatan," kata dia saat ditemui di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu sore.

Baca juga: "Prixa" platform kesehatan berbasis AI dari Indonesia

James menuturkan, tim dokter menciptakan berbagai kemungkinan jawaban untuk keluhan pengguna yang didasarkan pada masalah kesehatan yang biasa dihadapi di lapangan.

Mereka mentransformasikan pengetahuan itu ke dalam platform teknologi. Seiring dengan itu, mesin diagnosa menjadi lebih akurat.

"Ada 15 dokter (yang tergabung), termasuk dokter spesialis untuk membuat basis data yang tepat dan valid. Kami melibatkan berbagai disiplin ilmu (kedokteran), namun sekarang lebih banyak dokter umum," tutur James.

Saat ini, Prixa berfokus pada masalah kesehatan umum yang biasa masyarakat Indonesia hadapi. Inilah alasan lebih banyak dokter umum di platform yang baru diresmikan 19 November 2019 itu.

Menjajal Prixa

Saat memasuki laman Prixa, Anda akan disuguhkan pertanyaan umum yang biasanya dokter tanyakan, salah satunya usia.

Selanjutnya, Anda akan ditanya sejumlah pertanyaan seputar kebiasaan umum misalnya merokok atau tidak, konsumsi minuman beralkohol atau tidak beberapa penyakit yang diderita semisal diabetes, tekanan darah tinggi.

"Sama seperti yang biasanya dokter tanyakan tentang faktor risiko seperti hipertensi, merokok. Ini pertanyaan sederhana yang memudahkan untuk menganalisa penyakit," kata James.

Hasil tangkapan layar laman Prixa (ANTARA/Lia Wanadriani Santosa)

Setelah itu, Anda diminta mengisi tinggi badan dan berat badannya. Kemudian, laman beralih pada sesi keluhan. Anda perlu mengisi keluhan yang sedang dialami, misalnya gatal.

Nantinya, akan ada sejumlah pertanyaan yang jawabannya tersedia dalam beberapa pilihan. Anda tinggal menentukan mana yang jawaban yang sesuai dengan keluhan.

Pada bagian akhirnya, akan ada tiga kemungkinan penyakit yang Anda derita dengan kategori tingkat tinggi atau sedang.

Untuk keluhan gatal contohnya, pilihan kemungkinan bisa hidradenitis suppurativa, liken simplek kronis dan infeksi kulit non-spesifik. Namun ini disesuaikan dengan berbagai jawaban yang Anda pilih.

Baca juga: Gaya hidup sehat BCL

Baca juga: IDAI: 90 persen anak penderita diabetes perlu insulin seumur hidup

Hasil tangkapan layar laman Prixa (ANTARA/Lia Wanadriani Santosa)


Lalu bagaimana tingkat akurasinya?

"Ini berdasarkan algoritma, bagaimana pasien menjawab pertanyaannya. Misalnya, kita pusing. Ini bisa karena vertigo, migrain. Pertanyaan akan disesuaikan dengan apa yang biasa dokter tanyakan, misalnya berapa lama (sakitnya), hilang timbulkah, atau terus menerus," papar James.

Ada 600 penyakit yang bisa dideteksi dengan 600 keluhan. Nantinya, ada rekomendasi saran untuk meredakan penyakit sebagai pertolongan pertama. Misalnya, analisis mengarah pada vertigo, maka rekomendasi bisa berupa konsumsi obat OTC.

James mengatakan, saat ini Prixa belum memungkinkan menganalisis penyakit yang membutuhkan pengamatan langsung dokter. Hal ini menegaskan kalau platform-nya tidak ingin menggantikan dokter.

"Prixa hanya menyediakan informasi berdasarkan keluhan dan kemungkinan penyakit atau pertolongan pertama," kata dia.

Lebih dari itu, melalui Prixa diharapkan pengguna bisa paham mengenai gejala yang dia rasakan dan bisa menggali informasi lanjutan saat akan berkonsultasi langsung dengan dokter.

"Kami langkah awal untuk deteksi kemungkinan. Pasien bisa berkunjung ke dokter untuk menggali lebih dalam," kata James.

Baca juga: Kenali Vertigo, atasi dengan tepat dan hemat

Baca juga: Alasan muncul pusing hingga sembelit saat berpuasa

Jangkau masyarakat luar Jabodetabek

James berkeinginan agar masyarakat Indonesia terutama di luar Jabodetabek bisa mendapatkan layanan kesehatan secara merata.

Agar ini terwujud, Prixa menggandeng jaringan toko swalayan Alfamart dan perusahaan media placement luar ruang Digital Avatar (DAV).

Kolaborasi ketiga perusahaan ini berupa penyediaan akses pelayanan kesehatan melalui sistem periksa tepat berbasis AI Prixa di perangkat pintar yang tersebar di berbagai gerai Alfamart di Indonesia.

"Kami melihat sebuah tantangan dalam infrastruktur bidang kesehatan di Indonesia. Hanya ada rata-rata satu dokter untuk setiap 4,000 populasi di Indonesia, jauh dari rekomendasi WHO atas satu dokter untuk setiap 1,000 populasi," kata James.

"Langkah ini diyakini merupakan bagian signifikan dalam membantu menutup kesenjangan dengan menyediakan akses pelayanan kesehatan yang merata," sambung dia.

Nantinya, Prixa mengeksplorasi berbagai kerja sama lainnya agar pelayanan kesehatan bisa terjangkau secara merata di seluruh Indonesia.

James tidak menutup kemungkinan platform-nya akan juga tersedia di rumah sakit atau klinik kesehatan sebagai tahap pertama sebelum pasien berkonsultasi dengan dokter.

Baca juga: BPPT: Indonesia harus menguasai IoT AI dan cloud

Baca juga: Prudential gandeng Halodoc luncurkan layanan telemedicine

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2019