Jakarta (ANTARA) - Seorang pria jangkung kurus tampak memasang raut wajah serius saat mengamati sejumlah bocah yang tengah bertanding di sebuah gedung olahraga seluas 4.925 meter persegi.
Sesekali ia membetulkan kaca matanya yang melorot, kemudian bertopang dagu saat berbincang dengan rekan di sebelahnya. Sementara di tengah lapangan, seorang bocah yang gagal memasukkan kok membuat kerut di dahi pria itu timbul.
Pria kurus yang rambutnya sudah memutih itu adalah Fung Permadi. Seorang Manajer di PB Djarum yang telah mencetak pebulu tangkis juara dunia seperti Kevin Sanjaya, Mohammad Ahsan, Praveen Jordan,
Tontowi Ahmad, dan Devi Susanto.
Baca juga: Fung: Audisi Djarum dorong atlet berprestasi internasional
Sejak 2007, Fung Permadi telah dipercaya sebagai Manajer sekaligus Pelatih Kepala PB Djarum. Namun, sebelum didapuk sebagai manajer, pria bernama asli Chen Feng itu juga sempat menimba ilmu di klub yang sudah ada sejak 1969 itu.
Fung mengakui, bahwa awal kesukaannya pada olahraga bulu tangkis hanya sekadar hobi. Fung kecil justru lebih senang bermain sepak bola di jalanan. Namun kemudian, ia diajak oleh tantenya untuk bergabung dengan salah satu klub bulu tangkis di Purwokerto.
"Di kota kelahiran saya, olahraga yang ada klub atau pembinaannya itu hanya bulu tangkis. Jadi waktu itu saya diantar oleh tante saya untuk daftar di klub," kata Fung saat ditemui di GOR Kudus, Jati, Kudus,
Jawa Tengah, Jumat (22/11).
Pria kelahiran Purwokerto, 30 Desember 1968 itu kemudian mulai sering menjuarai beberapa kejuaraan lokal. Dari situlah ia dilirik dan ditarik oleh PB Djarum.
Saat umurnya 15 tahun, ia pun mulai bergabung dengan PB Djarum. Saat itu, Fung kecil dilatih oleh pelatih bernama Anwari.
"PB Djarum udah cukup besar di Jawa Tengah dan kita juga di Purwokerto mengacunya ke PB Djarum. Waktu itu sudah ada Liem Swie King, Hastomo
Ardi. Ya cukup banyak pemain nasional yang berhasil dari PB Djarum," ucapnya dengan logat Jawa yang kental.
Saat bergabung dengan PB Djarum, Fung pun merasakan pengalaman yang berbeda. Ia lebih sering ditempa dengan latihan fisik dan sparring. Dirinya terus didorong menjadi pebulu tangkis yang kuat untuk kemudian menjadi pemain nasional.
Hingga pada 1986, Fung ditarik ke pelatnas. Berstatus sebagai pemain nasional, Fung menjuarai tiga kejuaraan internasional, yakni German Open 1990, Canada Open 1990, Swiss Open 1993.
Baca juga: Media sosial pengaruhi pola permainan peserta audisi PB Djarum
Berbelok, bela Timnas Chinese Taipei
Merintis karier sebagai pebulu tangkis nasional Indonesia, Fung Permadi pernah sukses saat membela Chinese Taipei.
Meski Fung mengawali karier sebagai pebulu tangkis tunggal putra Indonesia, tapi ia justru memilih hijrah dan membela tim nasional Chinese Taipei
Fung mengaku, alasan dia hijrah ke Chinese Taipei karena sebagai atlet pelatnas, Fung jarang mendapatkan kesempatan tampil di turnamen
internasional. Ia tersisih oleh jagoan-jagoan pebulu tangkis Indonesia seperti Hariyanto Arbi dan Alan Budikusuma.
"Waktu itu saya pikirannya simple saja. Latihan dan kalau disuruh bertanding ya bertanding. Yang lain dikirim sedangkan saya enggak. Oh ya udah. Saya latihan lagi," kata Fung saat mengenang masa lalunya.
Meski tengah menceritakan kenangan pahitnya, tak tampak garis-garis yang menunjukkan rasa kecewa di wajahnya. Pria itu tetap menebar senyum hangat.
Fung mengakui, ia cukup sakit hati pada saat itu. Ketika yang lain sibuk bertanding ke luar negeri, ia masih saja menghabiskan waktu untuk latihan. Berharap dipanggil, namun permintaan itu tak kunjung hadir.
"Awalnya iya banyak persaingan. Dari awal saya anggap biasa tapi makin lama setelah usia saya bertambah, waktu itu 26 tahun, kalau saya di
sini terus juga rasanya untuk bersaing sudah sulit. Saya gak pernah masuk dalam tim. Mungkin prestasi saya gak terlalu menonjol,"
"Ada (rasa iri) tapi enggak sampai ngomong gimana-gimana. Ya mungkin meledaknya pas saya memutuskan mengundurkan diri pindah dari pelatnas
ke Australia dan Taiwan (Chinese Taipei)," ungkap Fung.
Mulanya, Fung mencoba bermain untuk timnas Australia. Ia sempat tampil di Swiss Open. Namun karena kesulitan mendapat sponsor, ia hanya
bertahan sekitar empat bulan di sana.
Kemudian dia lantas mendapatkan tawaran bermain di Chinese Taipei. Di sana ia lebih mudah mendapatkan sponsor. Hal itu membuat Fung jadi salah satu pebulu tangkis Indonesia yang bertarung membela negeri orang. Langkahnya itu diikuti oleh pebulu tangkis Mia Audina yang bermain di bawah panji bendera Belanda.
"Saya memang lebih banyak mewakili Taiwan. Awalnya hanya sebagai sparring. Lalu main di Korea Open, eh malah masuk final. Lalu saya
diminta main terus (untuk Taiwan)," katanya.
Sebelas tahun bertarung di bawah bendera Chinese Taipei, prestasi Fung jauh lebih gemilang dibandingkan di negerinya sendiri. Ia menjuarai
Hong Kong Open 1996, China Open 1996, Korea Open 1999, China Taipei Open 1999, Swiss Open 1999, dan runner-up Kejuaraan Dunia 1999.
Sebelum menutup kariernya sebagai pemain timnas Chinese Taipei, ia sempat diminta menjadi pelatih tunggal putra di sana selama satu tahun pada
2006 silam.
Baca juga: 55 peserta Audisi Umum Bulu Tangkis 2019 lolos ke tahap karantina
Diminta pulang
Pada 2007, Fung diminta pulang kembali ke PB Djarum untuk membantu mengembangkan klub. Tidak tahu-menahu jabatan apa yang ditawarkan,
Fung setuju saja kembali ke tanah air.
"Saya dikontak oleh Pak Viktor melalui e-mail. Ditawarkan mau enggak saya kembali ke klub untuk membantu di klub.”
“Saya bilang masih terikat kontrak, nanti bulan Oktober saya kasih kabar. Ternyata di Taiwan pun
sampai Oktober saya mau mengajukan pembicaraan hanya ditanggapi dingin. Ya sudah saya pulang," katanya.
Pada 5 Januari 2007, Fung kembali ke Indonesia dan menjadi Pelatih Kepala PB Djarum hingga saat ini.
Baca juga: PB Djarum prioritaskan cetak atlet tunggal putra berprestasi
Editor: Bayu Kuncahyo
Copyright © ANTARA 2019