Jakarta (ANTARA News) - Sudah lebih dari satu dasa warsa lalu, Yoichi Funabashi, ekonom Jepang dalam makalah Asianisation of Asia (1993) antara lain mengungkapkan dan memancing tanggapan riil sebagai berikut "….Akhirnya Asia mulai mendefinisikan dirinya. Kesadaran dan identitas Asia makin mencuat dalam kehidupan …Kesadaran Asia diwujudkan secara nyata (animated) oleh pragmatisme sehari hari, kebangunan sosial suatu kelas menengah dan barisan teknokrat yang sadar keAsia-an mereka…."Argumentasinya walaupun sudah satu dasawarsa lalu, bukanlah suatu sikap defensif dan pasti bukan hegemonis terhadap luar Asia, tetapi menggalang Asia Timur dalam berinteraksi kesetaraan dengan Barat (Yang dimaksud dengan Asia adalah Asia Timur = Asean Plus Three). Yang harus ditumbuhkan intra Asia tanpa mau diadu-domba secara politis, ekonomi maupun sosial/budaya.Pasti kalangan elite, pebisnis, tokoh masyarakat dan kelas menengah di negeri ini, baik di pusat maupun di daerah, bakal banyak yang bertanya-tanya: relevankah dan riilkah gagasan Asianisasi Asia? Dari Asia Timur, siapa yang merasa terpanggil untuk mewujudkan ideal Asianisasi Asia, atau masing masing mengambil sikap menunggu inisiatif China bersama Jepang?Dengan memahami tren mewujudkan Asianisasi Asia, maka hendaknya melalui berjaringan kerja diawali lintas fungsional, untuk digalang lintas sektoral, tanpa segala macam bombasme/arogansi kultural kalangan elite, kalangan kelas menengah dan pebisnis kita. Dengan ‘rencana dan program’ dan jadwal waktu yang layak mensosialisasi Komunitas Ekonomi ASEAN yang dicanangkan bersama mulai sekarang dan untuk selanjutnya ke komunitas ekonomi Asia Timur tahun 2015 sebagai sarana Asianisasi Asia.Dalam kebersamaan Asia membangun "dunia yang lain yang layak" (another world is possible) dengan identitas jatidiri Asia, dan pasti bukan mengacu/berideologi pada model neo-liberalisme Amerika Serikat (AS).Makin meningkatnya pertumbuhan kawasan Asia ini digerakkan oleh kekuatan ekonomi China dan Jepang, serta makin solidnya perekonomian Industri Baru Asia: Korea Selatan, Taiwan dan Hongkong, dan percepatan pertumbuhan ASEAN 5 (Thailand, Malaysia, Indonesia, Filipina dan Vietnam). Tingkat pertumbuhan Asia Timur secara keseluruhan untuk tahun 2008 sekira 6%Prediksi meningkatnya pertumbuhan ekonomi Asia Timur tahun 2008 dan memasuki dasawarsa kedua abad 21 ini dilandasi beberapa dasar anggapan: industri manufaktur awalnya padat kerja dan kemudian meningkat menjadi industri berdasar padat teknologi, seperti teknologi elektronik dan elektrik memasuki tahapan peningkatan mutu dan perluasan, yang memang awalnya dipelopori pasaran negara maju layaknya AS, Uni Eropa, dan Jepang sebagai satu-satunya negara maju Asia. Industri teknologi informasi merupakan daya geraknya unik yang menjalar ke Asia Timur.Dalam tahun 2008 keempat Ekonomi Industri Baru (Korea Selatan, Taiwan, Hongkong dan Singapura) diuntungkan oleh penyembuhan dalam kapasitas daya beli masyarakat, selain itu perluasan dalam investasi. Demikian pula ASEAN 5 yang terdiri atas Thailand, Vietnam, Malaysia, Indonesia dan Filipina dapat terus menikmati kenaikan ekspor dan investasi yang mendukung pertumbuhan ekonomi masing masing.China yang secara spektakuler melakukan ekspansi ekonomi dengan kebijakan gaige kaifang (membuka diri disertai reformasi), menumbuhkan jiwa kewirausahaan bangsanya dan mengalirnya investasi tidak hanya di kawasan Timur, tetapi juga sampai di kawasan barat dan pusat. Ekspansi ekonomi dengan dukungan pengembangan infrastruktur manusia dan fisik, secara gradual menekan tingkat pengangguran. Bangsa Asia Timur termasuk ASEAN berproses belajar memgembangkan kapasitas sebagai kawasan yang makin innovation friendly, terutama dalam dasawarsa mendatang.Realita selama ini menunjukkan berbagai proses kegagalan globalisasi model barat. Kita makin menyaksikan dan mengalami munculnya bentuk bentuk baru kerjasama regional. Dalam dunia yang makin terbuka globalisasi dan regionalisme merupakan proses parallel yang tidak saling bertentangan dalam arti regionalisme terbuka (open regionalism) merupakan suplemennya multilateralisme. Regionalisme dapat menyediakan suatu kerangka kerja yang tepat guna untuk menanggapi serangkaian tantangan yang proses globalisasinya menghadapkan dalam kesetaraan dunia.Sejumlah faktor yang relevan memperkuat proses regionalisme. Pertama, negara-negara yang terlibat dalam kerjasama regional secara geografis bertetangga satu sama lainnya dan memiliki sarana pertukaran yang intensif, serta kerjasama dalam sejumlah isu ekonomi, sosial dan politik. Terdapat pendalaman kerjasama regional dalam menangani beberapa tekanan persaingan global yang mereka hadapi.Bangsa Asia memiliki kedekatan budaya (cultural affinity) yang lebih memudahkan proses kerjasama. Misalnya, berjaringan kerjasama atas dasar saling percaya mempercaya mencari solusi ketika timbul ketidakserasian dalam proses kerjasama tertentu.Dalam ajang persaingan dengan pihak pelaku negara luar kawasan sifatnya harus dibuat adil, dan bukan hanya ajang kesetaraan operasi (level playing field).Bagi negeri ini, maka saatnya fokus dalam ikut merancang substansi pada proses Asianisasi Asia, kebijakan pengembangan sumber daya manusia (SDM), bukan monopoli pembuat kebijakan, harus mengarah pada: 1. memotivasi manusia memiliki hasrat untuk berprestasi dan kemauan dasar untuk belajar sebagai proses, 2 entousiasme untuk menyerap kemajuan teknologi tepat guna dan daya inovasi, sebagai mesin pertumbuhan ekonomi.Kebijakan pengembangan SDM itu perlu melibatkan dunia bisnis, kalangan akademisi, terutama di daerah dengan "rencana, program dan anggaran" yang layak kerja (workable), karena yang menghayati dan merasakan manis pahitnya berbisnis justru adalah kalangan pebisnis dan masyarakat sebagai pemangku kepentingan (stake holders).Berbagai hal itulah yang menjadi tantangan masa depan bagi masyararakat di negeri ini, sehingga harus ditanggapi secara professional, bermutu dan berkesinambungan. (*)*) Bob Widyahartono MA (bobwidya@cbn.net.id) adalah Pengamat Ekonomi Asia Timur; Lektor Kepala di Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanegara (FE-Untar) Jakarta.

Oleh Bob Widyahartono MA
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008