Surabaya (ANTARA News) - Pelawak senior Surabaya, HM Cheng Hoo Djadi Galajapo meluncurkan buku biografi yang ditulis Bonari Nabonenar dan Kurniawan Muhammad berjudul "Neraka Wail dan Kue Terang Bulan" di Surabaya, Jumat.
Peluncuran buku yang dihadiri sejumlah seniman dan pelawak itu diisi dengan diskusi menghadirkan dua sosiolog dari Unair, Bagong Suyanto dan Suko Widodo.
Karena tokohnya pelawak, maka acara itu penuh dengan lelucon, meskipun Djadi sendiri yang saat itu didampingi isteri dan dua anaknya sempat mengutarakan bahwa kali ini dirinya ingin serius.
"Saya ini sudah puluhan tahun melawak, maka izinkan kali ini untuk serius," kata pria kelahiran Gresik pada 8 Maret 1965 yang pendidikan terakhirnya ditempuh di IKIP Negeri Surabaya itu.
Ia mengemukakan bahwa judul buku itu memiliki sejarah mengenai awal perjalanan kariernya sebagai pelawak. Menjadi pelawak bagi anggota grup lawak Galajapo itu bukan pilihan yang mudah.
Gara-gara melawak itu, bahkan dirinya kemudian diputus cinta oleh pacarnya yang berasal dari Nganjuk. Namun ia kemudian berkelakar dan mengaku bersyukur karena dengan konsisten melawak ia memiliki jodoh juga dari Nganjuk.
"Mengenai neraka wail, itu juga sejarah perjalanan saya. Saya waktu itu dimarahi sama kakek saya karena melawak. Katanya, melawak itu akan masuk neraka wail," ujar pelawak yang seringkali merangkap sebagai dai itu.
Bahkan, katanya, karena saat itu melawan, ia sempat dilempar dengan sapu lidi oleh sang kakek. Namun ia tetap nekat untuk melawak karena melihat bahwa seorang penceramah agama juga seringkali menyelipkan lawakan.
"Kemudian saya ingat-ingat ceramah mereka dan salah satu yang saya ingat adalah lafal `innasholaatii wanusuki wamahyaaya wamamaatii lillaahirobbil `aalamiin` yang artinya sesungguhnya salatku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah Swt," katanya.
Manurut dia, lafal itulah yang selalu dibawanya setiap melawak. Sampai suatu ketika ia mendapatkan honor dari melawak itu dan kemudian dibelikan kue terang bulan untuk "menyogok" sang kakek agar tidak lagi melarang dirinya untuk melawak.
"Kakek saya senang dan kemudian bertanya uangnya dari mana? Saya jawab dari `ndagel` (melawak). Kakek saya marah lagi, tapi saya jawab bahwa saya melawak sambil berdakwah," katanya.
Sementara Bagong Suyanto mengatakan bahwa Djadi adalah pelawak yang memiliki kelebihan karena mampu memadukan dengan ilmu dai bahkan guru karena lulusan IKIP.
"Saya kira kalau mau eksis memang harus mau menyapa kelompok lain di luar diri kita. Mas Djadi sudah bagus karena juga bisa menjadi dai. Apalagi ditambah juga sebagai guru," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008