Jakarta (ANTARA) - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mendorong pemerintah meningkatkan produktivitas lahan pertanian mengingat ancaman alih fungsi lahan sawah masih terus terjadi di sejumlah daerah.
"Pemerintah perlu konsisten mencegah adanya alih fungsi lahan pertanian. Untuk memanfaatkan lahan yang ada, upaya-upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan perlu terus dilakukan," kata peneliti CIPS Galuh Octania di Jakarta, Kamis.
Menurut Galuh Octania, salah satu yang harus diperhatikan adalah tersedianya sistem irigasi yang dapat diakses dan memiliki sumber air bersih yang berkelanjutan.
Selain akses terhadap sistem irigasi, lanjutnya, penggunaan pupuk yang tepat juga sangat memengaruhi produktivitas lahan pertanian.
Penggunaan pupuk dapat memacu hasil produktivitas lebih tinggi karena pupuk memberikan nutrisi tambahan terhadap tanah dan tanaman yang ditanam. Perlu diingat agar hasil maksimal, maka perlu menggunakan pupuk yang berkualitas tinggi. Hal ini ditambah lagi dengan penggunaan dosis yang tepat sesuai dengan kebutuhan dari tanah tersebut," jelas Galuh.
Ia juga menginginkan pemerintah bisa menggunakan padi hibrida sebagai alternatif peningkatan produktivitas beras nasional, karena produktivitas padi hibrida memiliki potensi besar untuk ditingkatkan.
Berdasarkan hasil penelitian CIPS, padi hibrida memiliki produktivitas musiman rata-rata 7 ton/ha, lebih tinggi kalau dibandingkan dengan produktivitas padi inbrida yang hanya mencapai 5,15 ton/ha. Namun, luas tanam padi hibrida hanya kurang dari satu persen dari total luas tanam padi di Indonesia dan telah mengalami stagnasi selama beberapa tahun.
Galuh menambahkan, jika luas tanam padi hibrida di Indonesia diharapkan bisa seperti di China (51 persen dari total luas tanam padi) dan Pakistan (25-30 persen dari total luas tanam padi), maka penting bagi sektor swasta untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam mengembangkan dan mengkomersilkan varietas benih yang tepat.
"Uji apakah varietas padi hibrida tertentu sesuai dengan kondisi lokal di Indonesia. Begitu ada kapasitas yang cukup untuk mengembangkan varietas-varietas ini di Indonesia, ketergantungan pada impor akan berkurang secara berangsur-angsur," ucapnya.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian menyatakan petani-petani milenial di Indonesia harus mengikuti dan menguasai era teknologi 4.0 dalam upaya mencapai tujuan pembangunan pertanian nasional.
Kepala Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementan Prof Dedi Nursyamsi menyebutkan ke depan, semua pengelolaan pertanian dari hulu hingga hilir bahkan tahap penjualan harus menggunakan teknologi 4.0 tersebut.
Dedi Nursyamsi menyebutkan pemanfaatan teknologi 4.0 itu sangat efisien, sehingga tumbuh dalam waktu yang cepat. Maka dengan mudah produk pertanian Indonesia dapat memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri serta kebutuhan untuk ekspor.
Menurut dia, kini petani milenial telah mulai tumbuh di Indonesia. Mereka diharapkan dapat melanjutkan estafet pembangunan pertanian Indonesia di masa akan datang, dengan menguasai tekonologi.
"Saya juga melihat petani milenial ini sudah mulai tumbuh, mereka penerus estafet pembangunan pertanian kita masa akan datang dan mereka pasti semua cerdas, melek teknologi, teknologi informasi," kata Kepala BPPSDMP Kementan.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019