Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyambut baik pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengajukan uji materi atau "judicial review" UU KPK ke Mahkamah Konstitusi.
"Bagus, bagus, biar nanti diuji di sana," kata Mahfud, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis.
Menurut Mahfud, di sidang MK nanti akan bertemu perbedaan pendapat antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat yang lain, termasuk dengan pemerintah.
Baca juga: Tiga pimpinan KPK ajukan "judicial review" ke MK
Baca juga: Ketua KPK klaim dua anggota KPK tetap dukung meski tak ikut gugat
"Kemudian perbedaan dengan pemerintah, kesamaan dengan pemerintah, akan ketemu di sana. Nanti biar hakim MK yang memutuskan," ujar Mahfud.
Mantan Ketua MK ini menilai langkah judicial review atau JR sudah sesuai dengan konstitusi.
Mengenai apakah Perppu KPK menunggu hasil judicial review dulu, Mahfud mengindikasikan demikian.
"Kalau itu sudah jelas. Sudah saya jawab dulu," kata Mahfud.
Sebelumnya, tiga pimpinan KPK mendatangi Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Rabu, untuk mengajukan judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 19/2019 tentang KPK.
Ketiga pimpinan KPK itu, yakni Agus Rahardjo, Laode M Syarif, Saut Situmorang, namun mereka menyampaikan gugatan itu secara pribadi, atas nama koalisi masyarakat sipil yang terdiri atas 13 orang pegiat antikorupsi.
Baca juga: Soal perppu KPK, Pratikno tegaskan Presiden Jokowi tunggu proses di MK
"Kami datang ke sini itu sebagai pribadi dan warga negara mengajukan judicial review UU KPK yang baru, nomor 19/2019, dan kami didukung 29 pengacara," kata Ketua KPK Agus Rahardjo.
Meski mengajukan peninjauan kembali atas UU KPK, Agus tetap mengharapkan Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu).
"Ya enggak apa-apa (mengajukan judicial review). Kalau, misalkan, Presiden sekarang keluarkan Perppu juga enggak apa-apa," ucapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Laode menjelaskan UU KPK itu memiliki banyak kesalahan secara formil maupun materiil sehingga harus digugat, apalagi proses penyusunannya tidak melibatkan konsultasi publik.
"Bahkan, DIM-nya (daftar inventarisasi masalah) saja tidak diperlihatkan ke KPK sebagai stakeholder (pemangku kepentingan) pertama UU KPK. Berikutnya lagi naskah akademik UU itu. Tidak masuk juga prolegnas," tuturnya.
Laode juga melihat ketidaksinkronan pada beberapa pasal, yakni antara Pasal 69 dan 70 UU KPK, kemudian aturan tentang Dewan Pengawas yang justru bukan mengawasi, tetapi memberikan izin.
"Jadi, yang mengawasi Dewan Pengawas itu siapa? Karena tidak ada yang mengawasi semua kinerja dalam KPK, atas sampai bawah. Mereka tidak melakukan pengawasan, tetapi melakukan operasional memberikan izin penyadapan dan penggeledahan," ujarnya menegaskan.
Baca juga: Presiden tidak keluarkan Perppu KPK hingga uji materi selesai
Baca juga: Mahfud MD: Perppu itu kalau terpaksa
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019