Jakarta (ANTARA News) - Saham-saham di busa saham Wall Street tergelincir mencapai rekor terendah dalam tiga tahun belakangan pada perdagangan Rabu (Kamis WIB) setelah upaya rehabilitasi AIG oleh otoritas keuangan AS malah menimbulkan krisis kepercayaan terhadap bursa global dan bank bank saling takut menyalurkan kredit satu sama lain.Indeks Dow Jones (DJIA) turun hampir 450 poin, sedangkan Nasdaq anjlok hampir lima persen dalam perdagangan terburuk semenjak Serangan 11 September 2001 di mana para investor khawatir tentang siapa korban berikutnya dari krisis kredit global yang tengah mengharubiru AS dan Eropa ini.Saham Morgan Stanley terperosok 24,2 persen menjadi 21,75 dolar AS karena investor mengkhawatirkan keselamatan bank investasi independen ini di tengah situasi keuangan yang amat bergejolak seperti sekarang.Saham bank investasi raksasa asal AS lainnya, Goldman Sachs, anjlok 13,9 persen menjadi 114,5 dolar AS. Ini merupakan pertamakali dalam tiga tahun harga saham perusahaan tersebut turun mendekati level 100 dolar AS."Yang mengerikan pasar kini adalah 'Siapa berikutnya?" kata John O'Brien, wakil presiden senior MKM Partners LLC di Cleveland. "Rasanya orang-orang seperti sedang menggosok lampu ajaib sambil berkata, 'Siapa sasaran kita berikutnya?' dan perasaan seperti itu berubah menjadi ketakutan."DJIA tertekan sangat dalam 449,36 poin atau 4,06 persen menjadi 10.609,66 poin atau level terendah sejak November 2005. Anjloknya indeks ini didorong oleh terhempasnya harga saham-saham "blue chip" sampai 504,48 poin atau 4,42 persen yang adalah terbesar sejak 11 September 2001.Indeks S&P 500 jatuh 57,20 poin atau 4,71 persen menjadi 1.156,39 poin atau terendah sejak Mei 2005 dan persentase penurunan terbesar sejak 17 September 2001 saat Wall Street dibuka lagi menyusul Serangan 11 September.Indeks Nasdaq juga terjerembab ke titik terendah sejak 17 September 2001. Nasdaq jatuh 109,50 poin atau 4,94 persen menjadi 2.098,85 poin yang merupakan level terendah sejak Agustus 2006.Gedung Putih membela keputusan Departemen Keuangan dan bank setral AS untuk menyelamatkan raksasa asuransi yang lagi terbelit masalah, American International Group Inc (AIG), dengan menyebut langkah itu sebagai pencegahan terbaik dan sebagai bentuk keprihatinan pemerintah pada masa depan perusahaan-perusahaan AS.AIG adalah salah satu dari 30 perusahaan yang saham-sahamnya dikategorikan unggulan (blue chips) di bursa Wall Street.Selasa malam kemarin (Rabu WIB), Federal Reserve mengumumkan Reserve Bank of New York akan meminjami AIG 85 miliar dolar AS dalam satu kerangka menyelamatkan perusahaan asuransi itu dari "kegagalan tak terkendali" yang bisa menciptakan malapetaka ekonomi.Namun, para investor malah meragukan rencana tersebut dapat menyelamatkan AIG sehingga saham raksasa asuransi dunia ini karam 45,9 dolar AS atau 2,03 persen di Bursa Saham New York (NYSE, nama resmi Wall Street).Manuver The Fed ini adalah langkah terakhir dari rangkaian penyelamatan yang dilakukan bank sentral AS itu terhadap kemungkinan bangkrutnya Wall Street yang kemudian diikuti bank-bank sentral seluruh dunia dengan membanjiri sistem keuangan global lewat dana tak terhingga guna menyelamatkan perekonomian dari kehancuran.Para ahli strategi keuangan mengungkapkan, kerusakan di bursa mengancam lebih dalam sektor jasa keuangan, menggerogoti keuntungan sektor korporat dan menyebarkan panik pada konsumen yang terus menggila."Apa yang akan terjadi esok? Akankah ini nantinya tumpah menyengsarakan konsumen? Akankah petaka ini menulari sistem perbankan? Ada jutaan kemungkinan yang bakal terjadi," kata Angel Mata, direktur pelaksana urusan perdagangan saham-saham yang telah tercatat di bursa pada Stifel Nocolaus Capital Markets."Mudah-mudahan kita akan melihat akhir dari malapetaka ini segera setelah semua orang menyerah," katanya lagi.Yang juga dikhawatirkan di Wall Street adalah turunnya nilai aset bersih Reserve Primary Fund, salah satu pengelola reksadana AS, di bawah 1 dolar AS per saham menyusul kerugian yang mesti ditanggung dari surat utang yang diterbitkan Lehman Brothers Holding yang baru saja dinyatakan bangkrut."Setiap pemodal kini mempertanyakan semua dan setiap investasi mereka di mana saja di dunia ini," kata John Schloegel, wakil presiden urusan strategi investasi pada Capital Cities Asset Management di Austin, Texas."Ini membuat para investor menjual apa pun investasi yang berisiko, pokoknya jual. Sungguh, sekarang adalah satu masa yang lain dari biasanya," kata John.Kecenderungan pergerakan yang keluar dari aspek teknikal pasar baik untuk indeks DJIA maupun S&P 500 akan mempercepat proses tergelincirnya pasar modal lebih jauh lagi, kata para pialang.Pinjaman "overnight" antar bank jatuh lebih dari satu persen poin, namun premium yang mesti dibayar untuk setiap dolar AS dan poundsterling mulur hingga tiga bulan. Ini membuat pasar khawatir suplai kredit ke sistem keuangan global akan mengering.Jatuhnya saham Morgan Stanley terjadi manakala bank investasi ini mencatat kinerja kuartalan yang buruk yang membuat Wall Street semakin cemas.Bank-bank yang linglung mencari dana dolar AS seolah membentur dinding setelah bank-bank lainnya menolak menyalurkan kredit pinjaman karena situasi semakin tidak menentu dan makin gelisah menyusul bangkrutnya Lehman Brothers dan rencana penyelamatan AIG oleh pemerintah AS.Komisi Sekuritas dan Pasar Modal AS (SEC, Bapepamnya AS) mengeluarkan aturan baru tentang bagaimana orang mestinya memetik keuntungan dari saham-saham yang tengah jatuh begitu saham-saham perusahaan keuangan raksasa berguguran akibat krisis kredit global.Tiga aturan yang dikeluarkan SEC berupaya melindungi saham-saham 19 perusahaan keuangan besar dari aksi jual jangka pendek dengan mengategorikan aksi itu sebagai ilegal.Perdagangan saham di NYSE kemarin, Rabu atau Kamis malam WIB, sangat aktif dengan 2,14 miliar saham dipindahtangankan, sedangkan di Nasdaq 3,11 miliar saham ditransaksikan atau diatas rata-rata harian yang mencapai 2,17 miliar lembar saham.Rasio saham yang jatuh terhadap saham yang bertahan atau naik di NYSE mencapai 15:1, sementara di Nasdaq 6:1. (*)
Pewarta: Kristina Cooke (Reuters)
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008