Setiap anak ini memiliki hak yang perlu dipenuhi, artinya setiap anak memerlukan perhatian khusus, panggung khusus..

Solo (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmavati berharap peringatan 30 tahun Konvensi Hak Anak mendorong pemenuhan hak-hak dan perlindungan anak Indonesia pada masa mendatang.

"Kalau dilihat dari arah kebijakan regulasi dari 30 tahun yang lalu amendemen undang-undang hingga terakhir keluarnya UU Perkawinan merupakan kebijakan-kebijakan untuk melindungi anak-anak dari tindak kekerasan yang dihadapi selama ini," kata dia usai peresmian Monumen KHA (Konvensi Hak Anak) di Taman Jayawiyaya Mojosongo, Solo, Jateng, Rabu.

Ia menilai hingga sekarang masih banyak kasus terkait dengan hak dan perlindungan anak. Demikian juga kasus yang dahulu proses hukumnya dipastikan bahwa hal itu kekerasan kepada anak, yang disayangkan justru pelakunya dari oknum pendidik.

"Kami soal ini, mudah-mudahan ke depan akan mencari pola untuk tindakan pencegahan dengan jalan bersinergi atau melakukan kolaborasi dengan lembaga-lembaga, kemudian juga pemerintah daerah," kata dia.

Menyinggung soal munculnya kaum perempuan terlibat kasus terorisme, kata dia, sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo tentang prioritas pemerintah, yakni mengamankan perempuan dari tindak kekerasan.

Ia juga menyayangkan adanya perempuan yang terlibat aksi terorisme.

Baca juga: KPPPA sebut pemenuhan hak anak salah satu kunci SDM unggul

​​​​Ia mengharapkan langkah preventif dan sosialisasi bisa membuat hal tersebut tidak menyebar luas kepada perempuan lainnya.

Dia mengharapkan kalangan perempuan berkiprah dalam ranah publik untuk berbagai hal positif.

"Kami Kementerian PPPA jika berbicara masalah perempuan dan anak, maka harapan masyarakat sangat besar terhadap lembaga ini, tetapi kewenangan kami terbatas. Hal ini, tidak menutup kemungkinan apa yang menjadi tugas kami untuk pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang salah satunya dengan cara berkolaborasi, bersinergi program-program ke depan yang dilakukan terintegrasi sehingga kemanfaatannya kepada masyarakat maksimal," katanya.

Menyinggung soal kasus pekerja usia anak di Jawa Tengah, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menjelaskan hal yang pertama dilakukan yakni memberikan edukasi kepada orang tuanya terlebih dahulu.

"Setelah itu, kami datangi anaknya, jika serius memang orang tuanya tidak mampu. Maka, negara harus hadir karena mampu, ada fasilitas Kartu Indonesia Sehat, (Kartu Indonesia Pintar, red.) pintar, dan banyak jaminan lainnya yang bisa diberikan kepada mereka," kata dia.

Baca juga: Mempersiapkan pemimpin masa depan melalui Forum Anak

Ia mengemukakan tentang pentingnya memberikan kesempatan kepada anak tentang keinginan dan tuntutan positif bagi masa depannya.

"Mereka itu ingin mengakses politik, berikan aku akses pendidikan, keamanan, kenyamanan. Sebagai orang tua sebagai pengambil keputusan, mungkin anak-anak tidak terlalu runtut menyampaikan seperti pembuat kebijakan. Anak cukup menyuarakan dan yang diuji adalah para pemimpin apakah mampu menerjemahkan. Itulah sebagai bentuk perlindungan kepada anak," katanya.

Representative Unicef Indonesia Debora Comini menyatakan terkesan dengan anak-anak Indonesia soal aspirasi dan pemikiran yang disampaikan dengan penuh persahabatan.

Anak-anak Indonesia, katanya, menyuarakan aspirasinya kepada semua pihak dengan baik sehingga dapat terdengar kesan itu dengan baik.

"Setiap anak ini memiliki hak yang perlu dipenuhi, artinya setiap anak memerlukan perhatian khusus, panggung khusus, dan suaranya untuk disuarakan. Bahkan, kalau perlu dengan pengeras suara agar terdengar dengan baik," kata dia.

Baca juga: Menteri PPPA sebut Forum Anak permudah tanggung jawab pemerintah
Baca juga: Menteri PPPA: Partisipasi kerja perempuan masih rendah
Baca juga: Menteri PPPA: Kekerasan perempuan-anak di NTT prioritas penanganan

Pewarta: Bambang Dwi Marwoto
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019