Jakarta (ANTARA News) - Meski merasa dikorbankan ketika dijebloskan ke penjara LP Cipinang pada 2005-2006, Prof Dr Rahardi Ramelan tak pasrah pada nasib dan mengisi waktunya dengan mencurahkan pikiran untuk membuat banyak artikel. "Enam dari 13 artikel yang saya tulis di Cipinang untuk melengkapi buku saya," kata mantan Menristek (1998) dan mantan Menperindag (1998-1999) itu, mengomentari peluncuran bukunya berjudul "Teknologi dan Masyarakat" yang tebalnya lebih dari 500 halaman. Selama 13 bulan menjalani penantian itu, Guru Besar ITS itu memang tak sungkan mengirimkan berbagai artikel ke rubrik Ekonomi Rakyat di Poskota, juga artikel opini ke Tempo, Kompas, dan Republika. Artikel-artikelnya itu bersama lebih dari 150 tulisan lainnya di masa lalu ia pilih yang relevan dan dikelompokkan menjadi bab-bab di buku tersebut, yakni Industrialisasi, Teknologi dan Budaya; Globalisasi dan Masyarakat; Teknologi dan Kemandirian; Industrialisasi sebagai Pilihan serta Kreatifitas, Inovasi dan Profesionalisme. "Namun ada tiga yang saya tulis ulang secara penuh, yakni Orasi Ilmiah saya ketika dikukuhkan menjadi Ahli Peneliti Utama pada 1995, Orasi Ilmiah saya ketika menjadi Guru Besar di Fakultas Teknologi Industri ITS pada 1997 serta makalah yang saya tulis di Boston dengan bahasa Inggris," katanya. Dalam peluncuran bukunya yang dimoderatori oleh Menristek Kusmayanto Kadiman di BPPT Selasa (16/9), ia mengemukakan kekecewaannya tentang pengembangan teknologi yang telah dibangun susah-payah di masa lalu tiba-tiba berhenti begitu terjadi krisis. "IMF (Dana Moneter Internasional-red) membuat apa yang dibangun selama itu habis begitu saja," kata teknolog berperawakan kurus dan berambut gondrong itu di depan hadirin. Soal penjara, Rahardi usai acara mengatakan, merasa hukuman yang dijatuhkan padanya merupakan suatu ketidakadilan karena apa yang menimpanya seharusnya dijalani banyak orang lain yang menikmati. (*)

Copyright © ANTARA 2008