Jakarta (ANTARA News) - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan potensi pinjaman proyek yang tidak terpakai atau "potential loan surplus" hingga enam bulan pertama 2008 mencapai 45,50 juta dolar AS, sehingga kemungkinan besar akan dibatalkan untuk mengurangi beban pembayaran "commitment fee". Direktur Pendayagunaan Pendanaan Pembangunan Bappenas, Benny Setiawan, di Jakarta, Rabu, mengatakan surplus pinjaman proyek terjadi karena ada perubahan nilai setelah dilakukan penghitungan ulang antara nilai terakhir dengan estimasi awal kebutuhan pendanaan. "Berdasarkan hasil rapat pemantauan terakhir hingga triwulan II/2008, `potential loan surplus` yang kita telusuri mencapai 45,50 juta dolar AS dari sejumlah proyek yang dilaksanakan beberapa kementerian," kata Benny. Selain penyesuaian nilai, tambahnya, surplus juga disebabkan terjadinya beberapa kendala teknis sehingga penyerapan pinjaman sulit dilaksanakan. "Misalnya, dalam perjanjian pinjaman yang diteruspinjamkan ke daerah pasti membutuhkan dana pendamping. Dalam kasus ini, ada beberapan pemerintah daerah yang belum juga memutuskan memberikan, bahkan ada yang menolak sama sekali pemberian dana pendamping. Ini menyebabkan potensi dana tak terpakai," jelasnya. Benny merinci, surplus 45,50 juta dolar AS tersebut terdistribusikan pada empat kementerian/lembaga, yaitu Departemen Pekerjaan Umum senilai 18,5 juta dolar AS untuk dua proyek, Departemen Kesehatan senilai 20 juta dolar AS untuk membiayai dua proyek, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) senilai 1,00 juta dolar AS untuk satu proyek, dan Departemen Kelautan dan Perikanan senilai 6,00 juta dolar AS untuk mendanai 1 proyek. Menurut Benny, pihaknya hingga saat ini masih terus melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap instansi yang bertanggungjawab. "Kalau hingga batas waktu tertentu tidak ada pergerakan, maka akan kita usulkan untuk dibatalkan saja," tambahnya. Pada saat ini, Benny mengungkapkan, terdapat satu proyek yang saat ini sedang diproses pembatalannya, yaitu proyek "Health Workforce and Services" dengan instansi penanggungjawab Departemen Kesehatan senilai 30,40 juta dolar AS. "Surat usulan pembatalan telah diproses. Saat ini masih menunggu tandatangan dari Sekjen Departemen Kesehatan," jelasnya. Catatan Bappenas menyebutkan, pinjaman tersebut bersumber dari Bank Dunia dan mulai efektif sejak 30 September 2003 hingga 31 Desember 2008. Dikonfirmasi terpisah, Sekretaris Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Sestama Bappenas, Syahrial Loetan membenarkan adanya potensi dana tak terpakai di Bappenas. "Loan itu untuk reformasi sistem penganggaran di Deputi Pendanaan. Kalau tidak terpakai, menurut saya itu bisa dibatalkan," katanya. Menurut data Bappenas, target penarikan pinjaman baik pinjaman proyek maupun program 2008 direncanakan sebesar 3,6 miliar dolar AS. Pinjaman itu bersumber dari Bank Dunia 700 juta dolar AS, Japan Bank for International Cooperation (JBIC) 1,5 miliar dolar AS, Bank Pembangunan Asia (ADB) 270 juta dolar AS, bilateral lain 500 juta dolar AS, fasilitas kredit ekspor (FKE) 490 juta dolar AS, dan multilateral lain (IDB dan IFAD) sebesar 126 juta dolar AS. Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR Harry Azhar Azis menilai, Bappenas harus bersikap tegas dengan memberikan sanksi bagi pejabat pembuat komitmen yang mengusulkan pendanaan proyek melalui pinjaman. "Harus ada sanksi buat pejabat pembuat komitmennya. Kalau bisa wanprestasi," ujarnya. Menurut Harry, potensi dana pinjaman tak terpakai sebetulnya lebih banyak diakibatkan kesalahan pejabat pembuat komitmen ketimbang mekanisme pencairan pinjamannya. Pejabat pembuat komitmen seringkali tidak memperhitungkan resiko penyerapan pinjaman. Potensi dana tidak terpakai, jelasnya, hanya akan menyumbangkan beban bunga utang yang cukup tinggi tanpa menghasilkan dampak positif dari pinjaman yang dilakukan. Sebab meski tidak digunakan, bunga utang dalam bentuk "commitment fee" tetap harus dibayarkan pemerintah. "Jadi alternatifnya, segera batalkan pinjaman yang tidak terserap tersebut," tegasnya. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008