Bengkulu (ANTARA News) - Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamuddin mengaku, tidak mengetahui kalau lokasi pembangunan pabrik semen di Kabupaten Seluma, masuk dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT)."Yang saya tahu, lokasi pabrik semen itu tidak masuk HPT. Saya sendiri sudah melakukan peletakan batu pertama pembangunan pabrik semen itu, dan lokasinya di luar HPT," katanya di Bengkulu, Selasa.Ia mengaku, mengetahui khabar kalau lokasi pabrik semen itu masuk HPT ketika ditanya oleh pers, kamarin (15/9), dan saat itu juga langsung melakukan klarifikasi pada Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Surya Gani.Agusrin juga mengaku, kaget ketika dikonfirmasi bahwa dana Rp3,5 miliar dari APBD telah digunakan untuk "pembebasan" lokasi pabrik dan areal bahan baku semen oleh Dinas ESDM dalam kawasan HPT."Saya juga menegur Kepala Dinas ESDM, karena tak memberikan laporan serta melaksanakan sendiri pemebebasan lahan itu. Pembebasan lahan untuk keperluan apapun harus dilakukan Biro Pemerintahan Setprov Bengkulu," katanya. Terkait masalah itu, gubernur telah memanggil Bupati Seluma Murman Effendi yang dinilai mengetahui masalah lokasi pabrik dan pembebasan HPT tersebut. Bupati Seluma Murman Effendi ketika dikonfirmasi mengakui, dana Rp3,5 miliar itu telah digunakan untuk keperluan pembebasan lahan parbik semen, tapi bukan lokasi pembangunan pabriknya. "Dana itu digunakan untuk pembebasan lahan areal kandungan bahan baku semen," katanya. Lahan tersebut, kata dia, berada dalam kawasan HPT Bukit Sanggul Seluma. Dalam areal ada penggarap lahan dan goa sarang burung walet yang dikuasai PT Puguk Sakti Permai, atas izin dari Departemen Kehutanan. Karena lokasi berada dalam HPT, maka pembebasan lahan itu bukan membeli tanah, tapi menggantirugi tanam tumbuh milik masyarakat dan ganti rugi goa sarang burung walet PT Puguk Sakti Permai yang merupakan milik Murman Effendi. Untuk ganti rugi pada PT Puguk Sakti Permai sebesar Rp2,7 miliar sedangkan ganti tanam tumbuh masyarakat sekitar Rp385 juta. Panitia Khusus (Pansus) Pabrik Semen DPRD Provinsi Bengkulu, sebelumnya, meminta agar dana alih fungsi Hutan Produksi Terbatas (HPT) Bukit Sanggul di Kabupaten Seluma sebagai lokasi penambangan bahan baku dan lokasi pendirian pabrik semen dikembalikan ke kas daerah. Ketua Pansus Azkan Efendi Salam, menegaskan, pengembalian itu harus dilakukan sebab anggaran senilai Rp3,5 miliar yang digunakan tidak realistis penggunaannya. "Kita minta agar dikembalikan ke kas daerah, terus terang saya lihat ada kejanggalan karena lahan yang akan diganti itu milik negara, artinya `goverment to goverment` berarti gratis kan," tegasnya. Menurut Azkan, Pansus sudah melakukan cek lapangan untuk melihat langsung lokasi tambang bahan baku pabrik semen di Seluma Timur dan ternyata berada di dalam HPT. Dari pantauan, potensi batu kapur sebagai bahan baku semen sangat tinggi di lokasi tersebut bahkan potensinya mencapai 3.000 hektare (Ha). "Yang direncanakan untuk ditambang baru 120 Ha dan 30 Ha untuk lokasi pabrik, dan ini jelas berada di atas HPT yang harus ada izin pelepasannya dari Menteri Kehutanan," kata politisi Partai Golkar ini. Persoalannya, izin dari Menhut belum terbit, sementara proses ganti rugi atas lahan sudah dilakukan Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bengkulu sebagai Satker, di antaranya atas tanaman masyarakat yang dibudidayakan di lokasi tersebut meski belum diketahui luasan tetapnya. "Memang ada tanam tumbuh masyarakat di dalam HPT ini, termasuk usaha sarang walet milik PT Puguk Sakti Permai yang katanya sudah diganti rugi, tetapi kalau memang kawasan itu berstatus HPT berarti tidak ada ganti rugi," ujarnya. Sementara itu, Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Bengkulu Iip Arifin mengaku dirinya tidak terlalu pusing dengan masalah ini sebab fraksinya (PKS) sejak awal menolak Perda APBD 2007 termasuk di dalamnya alokasi dana pendirian pabrik semen sebesar Rp6,7 miliar. "Kita tidak ada beban karena dari awal PKS sudah menolak rencana ini. Kita menolak ini berdasarkan kajian karena pendirian pabrik semen itu butuh perencanaan yang detail dan investasi yang besar tidak cukup miliaran rupiah," tegasnya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008