Jakarta (ANTARA News) - Pengajuan pasangan yang dibatasi untuk calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dengan hanya boleh dilakukan oleh partai politik (parpol) atau gabungan parpol sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) dianggap telah membatasi hak konstitusional warga negara.
Hal itu menjadi alasan diajukannya uji materi (judicial review) UU Pilpres oleh M Fadjroel Rachman (Pemohon I), Mariana (Pemohon II) dan Bob Febrian (Pemohon III) melalui kuasa hukumnya Taufik Basari, SH, SHum, LLM dkk.
Sidang Panel uji materi UU Pilpres itu digelar di MK, Selasa diketuai hakim konstitusi Maruarar Siahaan.
Taufik menjelaskan UUD 1945 tidak melarang pasangan capres dan cawapres independen atau melalui jalur nonparpol. Menurut dia, ketentuan yang diatur dalam Pasal 6a Ayat (2) UUD 1945 bukan merupakan penghalang bagi capres dan cawapres perseorangan atau independen dan tidak dapat diartikan sebagai larangan untuk mengusulkan pasangan capres/cawapres di luar usulan parpol atau gabungan parpol.
"Keberadaan frasa-frasa dalam pasal-pasal pada UU Pilpres telah membatasi hak warga negara, khususnya Pemohon," ujarnya.
Selain itu, para pemohon juga menganggap UU Pilpres telah diskriminatif karena memberikan hak eksklusif kepada partai politik di satu sisi dan di sisi lain menutup hak warga negara untuk memilih tidak mempergunakan partai politik sebagai saluran aspirasi untuk demokrasi.
Dalam uji materi UU tersebut, pemohon meminta Majelis Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan para Pemohon seluruhnya dan menyatakan pasal-pasal UU Pilpres yang hanya memberi kesempatan kepada parpol atau gabungan parpol bertentangan dengan UUD 1945.
Pasal-pasal tersebut adalah Pasal 1 Angka 6 sepanjang mengenai frasa ?...yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik?, Pasal 5 Ayat (1) sepanjang mengenai frasa ?...yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik?, serta Pasal 5 Ayat (4) sepanjang frasa ?..hanya...?.
Para pemohon juga meminta Majelis Hakim Konstitusi menyatakan pasal-pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Menanggapi permohonan tersebut, ketua panel Majelis Hakim Konstitusi, Maruarar Siahaan, mengingatkan para pemohon bahwasanya saat ini Dewan Perwakilan Rakyat sedang melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden (RUU Pilpres) yang baru.
Sehingga bila RUU Pilpres baru tersebut disahkan, berarti UU Pilpres yang diajukan uji materi oleh pemohon sudah tidak berlaku.
Mengenai pembahasan RUU Pilpres baru yang saat ini sedang berlangsung di DPR, Taufik justru berharap pengujian UU Pilpres yang dilakukan oleh MK dapat memberikan dorongan bagi DPR untuk juga memasukkan pembahasan mengenai calon perseorangan dalam UU Pilpres baru.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008