Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah RI dan Malaysia yang diwakili oleh Menteri Pertanian RI Anton Apriyantono dan Menteri Industri Perladangan dan Komoditi Malaysia, Datuk Peter Chin Fah Kui melakukan pertemuan segitiga dengan Parlemen Uni Eropa terkait dengan kampanye negari kelapa sawit oleh sejumlah pihak di UE. Menurut keterangan resmi dari Departemen Luar Negeri RI di Jakarta, Selasa, kedua menteri itu telah diterima dan melakukan pertemuan segitiga dengan sebagian anggota Parlemen Eropa di gedung Parlemen Eropa di Brussel. Turut hadir dalam pertemuan itu Milosvac Ouzky (Ketua Parlemen UE), Eija Rita Korhola (Komite Lingkungan dari Finlandia), Britta Thomsen (Partai Sosialis Denmark, anggota komisi Industri dan Energi serta pelapor Kebijakan Energi Eropa), Pierre Prebisch (Partai Sosialis Perancis) dan Csaba Sogor (Partai Sosialis Rumania) yang juga anggota komisi UE-ASEAN. Pada kesempatan itu delegasi kedua negara menyampaikan keberatannya dengan tema isu kampanye negatif yang dihembuskan masyarakat Eropa, sebagian LSM dan lembaga Pemerintah di negara-negara Eropa soal industri kelapa sawit baik di Indonesia maupun Malaysia. Menurut kedua negara, kampanye negatif tentang pengalihan lahan, degradasi dan perusakan lingkungan itu terasa tidak adil, tidak benar dan bahkan tidak didukung data ilmiah yang akurat. Langkah itu bukan untuk pertama kalinya dilakukan Indonesia. tahun lalu, Menteri Pertanian RI telah melakukan pertemuan dengan pihak Komisi Eropa yang menangani masalah energi terbarukan Uni Eropa. Dalam akhir pertemuan, Indonesia dan Malaysia kembali menegaskan dan mendesak Parlemen Eropa untuk mau mendengar sikap Indonesia dan Malaysia, bersikap terbuka menerima masukan dari Pemerintah Indonesia dan Malaysia serta bersedia melakukan pengkajian bersama secara ilmiah mengenai isu kelapa sawit dan dampak negatif yang bisa ditimbulkannya. Pihak Parlemen UE berjanji untuk meneruskan pandangan itu dan menyatakan bahwa UE harus dapat membuat keputusan yang cerdas dan benar obyektif. Indonesia dan Malaysia mengeluarkan Komunike Bersama, yang antara berisi sanggahan terhadap kampanye negatif soal kelapa sawit hanya berdasar data sekunder dan tidak berdasar penelitian ilmiah. "EU Directives on Renewable Energy" tidak seharusnya menjadi bentuk hambatan non tarif yang baru tanpa berdasarkan penelitian ilmiah yang menyeluruh. "Kami menyambut baik dan mendukung sepenuhnya langkah aktif kedua Menteri terkait untuk melakukan joint demarche (pernyataan sikap bersama) dan mendesak Parlemen Eropa untuk mendengar suara dari kedua negara," kata Dubes RI untuk Belgia, Luksemburg dan Uni Eropa Nadjib Riphat Kesoema menanggapi dialog dan hasil pertemuan yang berlangsung terbuka itu. Suara Indonesia dan Malaysia sebagai pemasok minyak kelapa sawit terbesar dunia termasuk ke Eropa (85 persen) layak untuk diperhatikan dan didengar oleh Uni Eropa. Pada tahun 2007, Indonesia mampu menghasilkan 16,9 juta ton dan Malaysia memproduksi 15,82 juta ton minyak kelapa sawit.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008