Jakarta (ANTARA) - Pengamat sektor kelautan dan perikanan Abdul Halim menginginkan pemerintah dapat memperjelas dan mengurai kerancuan terhadap definisi nelayan kecil yang terdapat perbedaan antara dua peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Lakukan sinkronisasi terhadap aturan perundang-undangan berkenaan dengan definisi 'nelayan kecil' di dalam UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU No 45/2009 tentang Perikanan, dan UU No 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam," kata Abdul Halim dalam diskusi di Jakarta, Selasa.
Abdul Halim memaparkan, dalam UU No 45/2009, kapal nelayan kecil disebutkan 5 gross tonnage (GT) ke bawah, sedangkan dalam UU No 7/2016, adalah ukuran 10 GT ke bawah.
Demikian pula halnya dengan definisi nelayan kecil dalam UU Pemda adalah mereka yang menggunakan alat-alat tangkap tradisional.
Baca juga: Rapat Menko Maritim, Pemerintah akan hibahkan kapal-kapal ke nelayan
Menurut dia, seharusnya pemerintah menggunakan patokan yang terdapat dalam FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian PBB).
Sekretaris Jenderal Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Budi Laksana juga menyatakan bahwa perbedaan kategori nelayan kecil di sejumlah peraturan perundang-undangan berdampak kepada nelayan dengan kapal berukuran di atas 5 GT harus mengurus izin ke provinsi dan dikenai distribusi.
"Saya kira ini perlu dievaluasi dan disinkronisasi biar kita itu konkrit di lapangan," ucap Budi Laksana.
Budi juga meminta perhatian pemerintah untuk memberikan penyelesaian terhadap aturan alat tangkap perikanan.
Baca juga: Edhy Prabowo akan serahkan kapal pencuri ikan ke nelayan
Menurut dia, aturan mengenai pembatasan alat tangkap dalam Peraturan Menteri No 71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan.
Regulasi tersebut, lanjutnya, masih kerapkali menimbulkan perbedaan tafsir tentang alat tangkap ramah lingkungan antarnelayan.
Sebagaimana diwartakan, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menginginkan bila pihaknya membuat regulasi baru terkait dengan sejumlah alat tangkap yang kontroversial seperti cantrang dan trawl, maka regulasi baru tersebut tidak menimbulkan kegaduhan ke depannya.
"Semua alat tangkap yang menjadi pembicaraan menjadi dilema karena ada yang setuju dan ada yang tidak.. bagaimana agar bisa ada jalan tengahnya," katanya.
Menteri Kelautan dan Perikanan mengungkapkan diharapkan pada bulan Desember 2019 mendatang sudah ada keputusan baru terkait dengan hal tersebut.
Keputusan terkait regulasi baru itu, ujar dia, juga diharapkan dilakukan dengan kajian yang jelas baik secara akademis, filosofis, maupun ekonomis.
Baca juga: Menteri Edhy: 2,7 juta nelayan butuh pendampingan buat inovasi
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019