Tantangan penerimaan pajak yang harus diwaspadai melingkupi kinerja impor yang melemah serta lesunya penerimaan dari pajak korporasi.

Jakarta (ANTARA) - Lembaga Riset Perpajakan DDTC memperkirakan realisasi penerimaan pajak pada akhir 2019 berada di kisaran Rp1.361 triliun-Rp1.398 triliun.

Riset terbaru DDTC berjudul "Metode dan Teknik Proyeksi Penerimaan Pajak" yang dikutip di Jakarta, Selasa, menyatakan kisaran ini merupakan bagian dari skenario pesimistis dan optimistis.

Dengan skenario ini, kekurangan penerimaan pajak (shortfall) hingga akhir tahun diproyeksikan sebesar Rp179 triliun-Rp216 triliun.

Meski demikian, mengingat kondisi 2019 jauh dari kata normal karena ada perlambatan ekonomi global maka risiko shortfall yang melebar sulit untuk dihindari.

Baca juga: Sri Mulyani harapkan stabilnya pajak nonmigas jadi momentum perbaikan

Tantangan penerimaan pajak yang harus diwaspadai melingkupi kinerja impor yang melemah serta lesunya penerimaan dari pajak korporasi.

Kondisi ini telah memberikan pengaruh kepada kinerja perekonomian pada triwulan III-2019 yang memperlihatkan tanda-tanda perlambatan terutama dari sisi investasi.

Namun, apabila tekanan ekonomi semakin besar, terdapat kemungkinan ada titik terendah dari realisasi penerimaan pajak yaitu Rp1.318 triliun atau 83,6 persen dari target.

Tekanan itu mencakup terganggunya tingkat konsumsi dan impor serta lesunya sektor yang berkontribusi secara dominan pada penerimaan.

"Dengan demikian, shortfall pada 2019 terancam melebar hingga Rp259 triliun," sebut laporan kajian tersebut.

Sebelumnya, realisasi penerimaan pajak sampai 31 Oktober 2019 tercatat baru mencapai Rp1.018,47 triliun atau 64,5 persen dari target Rp1.577,5 triliun.

Baca juga: Dirjen Pajak: Penurunan harga minyak beri tekanan penerimaan PPh migas

Penerimaan pajak itu disumbangkan oleh PPh Migas sebesar Rp49,3 triliun atau 74,5 persen dari target Rp66,2 triliun dan pajak nonmigas Rp969,2 triliun atau 64,1 persen dari target Rp1.511,4 triliun.

Lesunya penerimaan pajak yang hanya tumbuh 0,23 persen tersebut sebagian besar disebabkan oleh turunnya kinerja sektor pertambangan maupun industri pengolahan.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019