Jakarta (ANTARA) - PT MRT Jakarta merogoh kocek yang lumayan besar yakni Rp12 miliar setiap bulan hanya untuk membayar tagihan listrik demi menjamin pelayanan kepada masyarakat dan operasionalnya tidak terganggu.
“Beban kita untuk listrik cukup tinggi karena sebulan sekitar Rp12 miliar,” kata Direktur Keuangan dan Manajemen Korporasi MRT Jakarta Tuhiyat dalam paparannya di Jakarta, Selasa.
Tuhiyat mengatakan pihaknya telah meneken kontrak dengan PLN untuk penyediaan listrik tingkat “silver class” atau diprioritaskan dibanding layanan untuk area komersial lainnya.
“Kontrak kita dengan PLN kalau di UU BUMN itu beda, murah, ini enggak. Justru lebih mahal dari ‘commercial’ biasa karena kita ‘priority’, yang lain mati (listrik) kita enggak, kecuali ‘blackout’ (mati listrik total) seperti kemarin,” katanya.
Baca juga: Menyusul kartu perjalanan ganda, MRT kembangkan tiket QR Code
Dia mengatakan ketersediaan listrik di MRT Jakarta ditopang oleh dua gardu PLN.
“Meskipun mati, kita hidupnya lebih cepat lima jam setelahnya, yang lain baru besoknya,” ujarnya.
Tuhiyat menuturkan selain listrik (10 persen), komponen beban terbesar di antaranya yang pertama adalah penyusutan aset (42 persen), kemudian gaji dan tunjangan karyawan (22 persen), upah pegawai kontrak atau “outsourching” (11 persen), jasa konsultan dan asuransi (tiga persen), sewa kantor dan kendaraan (dua persen) dan pelatihan dan pengembangan (satu persen).
Sebelumnya, Direktur Operasi dan Pemeliharaan MRT Jakarta Muhammad Effendi mengaku masih mempertimbangkan untuk membangun genset demi menopang pengoperasian kereta Ratangga MRT karena pihaknya telah berkontrak penyediaan listrik premium dengan PLN.
Baca juga: MRT Jakarta, dari mengubah budaya hingga mimpi operator kelas dunia
Selain itu, lanjut dia, mati listrik total terjadi hanya dalam jangka waktu yang lama, sehingga dikhawatirkan genset tersebut justru akan menganggur sementara investasinya cukup tinggi.
“Listrik PLN ini matinya sembilan tahun sekali, di 2009 dan berapa tahun belakangan, bayangkan kalau bangun genset dan enggak dipakai-pakai sampai berapa tahun,” ujarnya.
Pasokan listrik MRT Jakarta bersumber dari dua subsistem 150kV PLN yang berbeda, yaitu Subsistem Gandul – Muara Karang melalui Gardu Induk PLN Pondok Indah dan Subsistem Cawang-Bekasi melalui Gardu Induk PLN CSW.
Adapun, genset yang dimiliki MRT Jakarta saat ini adalah untuk pasokan listrik untuk kebutuhan keselamatan dan evakuasi di fasilitas stasiun dan di terowongan, bukan untuk pengoperasian kereta.
Kapasitas tenaga listrik cadangan (back up power) MRT Jakarta tersebut dinilai sudah cukup dan berfungsi dengan baik pada saat pasokan listrik terputus, karena itu pada saat listrik terputus, evakuasi dapat dilakukan dengan aman.
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019