"Saya termasuk yang kurang setuju (aklamasi). Kalau ada yang beranggapan begitu tanyakan saja, tapi ya kemungkinan juga benar terjadi (aklamasi)," kata Fahmi Idris di Jakarta, Selasa.
Fahmi mengatakan sebaiknya pemilihan calon ketua umum dilakukan terbuka saja, di mana siapapun pemilik hak suara dalam Munas boleh memilih calon yang nanti akan maju.
"Tapi kan saya tidak bisa menentang kalau terjadi aklamasi," jelas Fahmi.
Pengamat politik Hanta Yudha mengatakan jika mekanisme aklamasi dilakukan dalam Munas maka calon ketua umum petahana Airlangga Hartarto dipastikan besar akan terpilih kembali.
Sebaliknya jika pemilihan dilakukan terbuka, maka terbuka peluang bagi Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo untuk bersaing, namun faktor kemenangan salah satunya akan ditentukan kedekatan keduanya dengan Presiden Jokowi.
Hanta menyontohkan sejarah Golkar menunjukkan siapapun calon ketua umum yang memiliki kedekatan dengan Presiden akan unggul dalam Munas.
Dia mengatakan pada era kepemimpinan Presiden ketiga RI Almarhum BJ Habibie, Akbar Tandjung mampu mengalahkan Edi Sudrajat dalam Munas, karena Akbar saat itu menjadi menteri Habibie.
Saat kepemimpinan Presiden keenam SBY, Aburizal Bakrie yang kala itu menjadi menteri kabinet SBY bisa mengalahkan Surya Paloh.
Saat ini Airlangga merupakan Menko Perekonomian di Kabinet Indonesia Maju Jokowi-Ma'ruf, sementara Bambang Soesatyo merupakan Ketua MPR RI.
Baca juga: Fahmi Idris yakin Munas Golkar tidak munculkan partai baru
Baca juga: Ketua umum DPP Partai Golkar nanti tergantung ini
Baca juga: Ahmad Doli pertanyakan klaim dukungan Bamsoet
Baca juga: Pengamat: Dukungan DPD I tak representasikan kemenangan Munas Golkar
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019