Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Widodo Ekatjahjana menegaskan upaya untuk menghidupkan kembali Pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib di sekolah harus dipayungi setidaknya dengan peraturan presiden.
"Kalau cuma sekadar peraturan BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila), BPIP kan setara dengan lembaga pemerintah nonkementerian. Jadi, setara dengan kementerian," katanya di Jakarta, Selasa.
Padahal, kata dia, yang mau diatur lintas sektoral, seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menaungi lembaga pendidikan umum, serta Kementerian Agama dengan yayasan pendidikan berbasis agama.
Hal tersebut disampaikannya saat Pembekalan Materi Pendidikan dan Pelatihan Pembinaan Ideologi Pancasila Bagi Penceramah, Pengajar, dan Pemerhati yang digelar di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Hotel Borobudur, Jakarta.
"Mereka punya kurikulum, materi muatan di sana. Mereka punya kebijakan masing-masing, tidak bisa dibayangkan kalau BPIP hanya bergerak di level itu. Jadi, harus Perpres karena ini sudah lintas kementerian," katanya.
Widodo mengapresiasi langkah BPIP untuk membicarakan bersama soal pengembalian Pendidikan Pancasila di sekolah dengan Menteri Agama maupun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
"Saya kira ini sebuah langkah strategis. Sebab ini memang harus dibereskan dulu. Dalam artian, diperlukan kesamaan pemahaman soal materi," katanya.
Selain mewajibkan Pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran, mulai "playgroup" sampai yayasan pendidikan agama, kata dia, harus pula ada standarisasi materinya.
"Ini kan pekerjaan berat lagi, ya. Sekaligus jalan untuk meluruskan sejarah yang selama ini berkembang simpang-siur," kata Widodo.
Baca juga: Kembalikan Pendidikan Pancasila, BPIP ajak ketemu Kemendikbud-Kemenag
Baca juga: Ketua MK: peran pendidikan Pancasila sering dipandang sebelah mata
Baca juga: Pancasila masuk kurikulum didukung Ikatan Pesantren Indonesia
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019