Sebanyak 32,6 persen karena perizinan, pengadaan lahan 17,3 persen, dan regulasi/kebijakan sebanyak 15,2 persen

Jakarta (ANTARA) - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebut ada 190 kasus investasi, di mana paling banyak terhambat karena masalah perizinan.

"Sebanyak 32,6 persen karena perizinan, pengadaan lahan 17,3 persen, dan regulasi/kebijakan sebanyak 15,2 persen," kata Anggota Komite Investasi Bidang Komunikasi dan Informasi BKPM Rizal Calvary Marimbo dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

Rizal mengatakan sebagian besar disebabkan oleh masalah perizinan dengan munculnya surat-surat izin khusus/rekomendasi, sertifikasi, surat Dirjen, hingga peraturan menteri.

"Masalah-masalah ini masih bermunculan meski ada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektonik melalui Online Single Submission (OSS) serta Peraturan Presiden Republik Indonesia No 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu," katanya.

Sebelumnya, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia berkali-kali menyebutkan investasi hingga Rp700 triliun dari 24 perusahaan masih tertahan masuk dan terealisasi di Indonesia karena mayoritas masih terkendala di daerah.

"Rp700 triliun belum terealisasi, salah satunya karena urusan lahan di daerah kurang lebih Rp220 triliun kemudian urusan perizinan itu di daerah Rp100 triliun lebih, kemudian yang lainnya di pusat itu hampir Rp200an triliun juga," katanya.

Menurut Bahlil, masalah yang mayoritas terjadi di daerah itu utamanya karena tumpang tindih aturan.

Ia pun mengakui timpang tindih aturan yang ada memang cukup membingungkan bagi pengusaha. BKPM pun dinilainya perlu terus berkoordinasi dengan kementerian teknis untuk memperbaiki aturan agar tidak mempersulit atau menghambat investor.

"Misalnya hari ini keluar Permen (Peraturan Menterin), besok keluar lagi SK (Surat Keputusan) Menteri. Hal itu yang membuat kami butuh informasi," imbuhnya.

Baca juga: Investasi Rp700 triliun tertahan masuk, Bahlil: Terkendala di daerah

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019