Masyarakat harus bisa mengakses layanan dan produk keuangan formal yang mudah, nyaman dan terjangkau
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah melalui Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) akan mendorong agen bank yang merupakan instrumen penting dalam pemerataan akses masyarakat terhadap layanan keuangan formal, lebih agresif dalam melakukan pelayanan.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir dalam pernyataan di Jakarta, Selasa, mengatakan upaya ini harus dilakukan karena agen bank juga dapat menekan biaya layanan bagi para nasabah.
"Masyarakat harus bisa mengakses layanan dan produk keuangan formal yang mudah, nyaman dan terjangkau," kata Iskandar dalam peluncuran studi "Cash-In-Cash-Out (CICO) Economics in Indonesia" oleh Boston Consulting Group (BCG) dan Microsave Indonesia.
Menurut Iskandar, agen bank seharusnya mendapat perhatian lebih dari lintas sektor terkait karena mereka dapat memperluas jangkauan kantor cabang bank, khususnya kepada masyarakat yang belum mampu mendapatkan akses perbankan (unbanked) di daerah pedesaan dan perbatasan.
Saat ini, agen bank merupakan kanal utama, selain kantor cabang bank, yang dapat memberikan layanan keuangan formal, seperti mengisi saldo atau menarik tunai, dan jaminan keamanan kepada masyarakat.
Baca juga: Bank Mandiri kian ekspansif, bidik UMKM jadi agen digital pedesaan
Sejak Program Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif, atau Laku Pandai diluncurkan tahun 2015, jumlah agen bank naik pesat dalam setahun pertama, dari 60.000-an agen bank menjadi hampir satu juta agen bank.
Berdasarkan data, sebanyak 55,3 persen orang dewasa di Indonesia telah memiliki akun di lembaga keuangan formal dan 70,3 persen dari seluruh penduduk dewasa telah terlayani oleh lembaga keuangan formal.
"Meski begitu, pemerataan akses terhadap layanan keuangan formal harus terus berlanjut agar kesejahteraan masyarakat dapat benar-benar terwujud," kata Iskandar yang juga menjabat sebagai Ketua Sekretariat DNKI.
Sementara itu, Survei Nasional Inklusi Keuangan tahun 2018, ikut menyatakan bahwa sebanyak 58,6 persen dari populasi penduduk dewasa di Indonesia telah mengetahui lokasi agen bank.
Baca juga: Bank Sumsel Babel fokus salurkan KUR dukung pertanian Sumsel
Survei yang sama juga menyebut agen bank merupakan layanan keuangan paling diandalkan untuk membuka rekening Basic Saving Account (BSA) dan deposit atau penarikan dalam enam bulan terakhir.
"Petani sawit di Sumatera, misalnya, dapat menabung untuk pendidikan anaknya lewat agen terdekat dari tempat tinggalnya untuk menabung. Dia juga bisa tarik tunai dari para anggota keluarganya yang bekerja di Jakarta dari agen tersebut," kata Iskandar.
Survei itu juga menyatakan kesadaran agen perbankan meningkat drastis setelah 2016, terutama di wilayah pedesaan. Sebanyak 63,1 persen penduduk dewasa di pedesaan mengetahui lokasi agen bank, sementara hanya 55 persen penduduk kota yang mengetahui.
BCG dan Microsave Indonesia juga menemukan volume transaksi median di agen bank per hari hanya sekitar empat transaksi, berbanding jauh dari negara-negara lainnya yang mencapai lebih dari 35 transaksi per hari.
"Jika volume transaksi di agen rendah, bukan tidak mungkin jika ke depannya semakin banyak agen yang tidak mengelola layanannya dengan sepenuh hati bahkan menutupnya. Jika kondisi ini dibiarkan, keuangan inklusif takkan menjadi sebuah keniscayaan," kata Iskandar.
Untuk itu, menurut dia, penetrasi perusahaan teknologi finansial (tekfin) khususnya melalui agen tekfin perlu dimanfaatkan sebagai upaya pemerataan akses masyarakat terhadap layanan keuangan.
Saat ini, tercatat sebanyak lima juta agen tekfin di Indonesia yang dapat diberdayakan untuk menjangkau kelompok-kelompok masyarakat yang selama ini belum terhubung dengan layanan keuangan formal, seperti wanita, petani, dan masyarakat berpenghasilan rendah.
Secara keseluruhan, Iskandar mengingatkan bahwa para pengampu kebijakan dan pelaku industri tidak hanya perlu memberi ruang bagi inovasi, namun juga selalu mengantisipasi berbagai risiko yang ada.
"Manajemen risiko perlu tetap dijaga, agar keberlangsungan usaha juga dapat berjalan sustainable," katanya.
Baca juga: BNI siap berkontribusi mengembangkan perumahan di Garut
Pewarta: Satyagraha
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2019