Jakarta (ANTARA News)- Kurs rupiah di pasar spot antarbank Jakarta, Selasa, melemah melewati angka Rp9.450 per dolar AS menjadi Rp9.465/9.470 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya 9.453/9.536 per dolar AS atau turun 12 poin. Analis Valas PT Bank Himpunan Saudara Tbk, Rully Nova, di Jakarta, Selasa, mengatakan tekanan pasar terhadap rupiah masih terus terjadi, sehingga mata uang Indonesia itu kembali merosot. Apabila kondisi ini terus terjadi, maka rupiah diperkirakan akan dapat mendekati angka Rp9.500 per dolar AS, katanya. Posisi rupiah, menurut dia, saat ini sangat mengkhawatirkan apabila Bank Indonesia (BI) tidak melakukan intervensi dan membiarkan nasib mata uang itu kepada pasar. "BI kemungkinan akan turun ke pasar apabila tekanan pasar makin menguat yang mendorong rupiah mendekati angka Rp9.500 per dolar AS," ucapnya. Ia mengatakan, BI akan menjaga rupiah agar tidak mencapai angka batas psikologis Rp9.500 per dolar AS yang dikhawatirkan apabila menembus angka tersebut maka rupiah akan makin terpuruk. BI hanya menunggu momentum yang tepat untuk mengantisipasi guna mencegah rupiah terpuruk lebih jauh, ujarnya. Menurut dia, besarnya tekanan itu, karena likuiditas pasar saat ini sangat ketat. Pemerintah sendiri untuk sementara akan menghentikan penjualan surat utang negara (SUN) agar likuiditas pasar kembali likuid. Sementara itu, harga minyak mentah turun hampir sepertiga dari rekor tinggi di atas 147 dolar AS per barel pada Juli lalu karena para investor semakin pesimistis dengan kian melemahnya permintaan energi di tengah signal ekonomi global terus melemah. Harga minyak mentah di berbagai pasar berada pada kisaran 95-96 dolar AS/ barel. Melemahnya harga minyak mentah dunia memicu membaiknya dolar AS di pasar global, ujarnya. Rupiah pada sore nanti diperkirakan masih melemah, karena di pasar lokal masih belum ada faktor pendukung pasar. Menkeu Sri Mulyani mengatakan, pemerintah bersama BI akan masuk pasar untuk mencegah rupiah tidak terpuruk lebih jauh. Pemerintah akan mengizinkan BI menggunakan dana pemerintah yang ada di BI untuk menahan gejolak yang menekan rupiah. Karena itu pasar optimis rupiah tidak akan menembus angka batas psikologis apabila BI kembali masuk pasar, ucapnya. (*)

Copyright © ANTARA 2008