Jember, (ANTARA News) - Peneliti kesenian ludruk dari Universitas Jember (Unej), Drs Akhmad Taufik MPd mengemukakan bahwa saat ini, kesenian ludruk, khususnya di daerah timur Jawa Timur mengalami masalah regenerasi.
"Sekarang tidak banyak generasi muda yang mau menjadi pemain ludruk. Salah satu faktornya mungkin karena kesan bahwa ludruk itu `ndesa` atau ketinggalan zaman," katanya di Jember, Selasa.
Menurut dia, saat ini para pemain ludruk umumnya hanya lulusan SD. Mereka yang mengenyam pendidikan lebih tinggi kurang berminat untuk menekuni seni warisan leluhur itu.
"Kalau untuk juragan atau pemilik grup, regenerasi relatif berjalan dengan baik, meskipun masih bersifat kekeluargaan. Artinya, juragan yang sudah tua mewariskan ke keluarganya untuk meneruskan grup itu," katanya.
Sekretaris Pusat Penelitian Madura dan Jawa pada Lembaga Penelitian (Lemlit) Unej itu mengemukakan bahwa perlu ada keterlibatan pemerintah daerah untuk melestarikan kesenian khas Jawa Timur ini.
"Selama ini saya melihat, pemerintah daerah kurang perhatian pada kesenian ini, khususnya di kawasan tapal kuda atau yang kita kenal dengan istilah ludruk `wetanan` (daerah timur)," katanya menambahkan.
Alumni pascasarjana Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu mengemukakan bahwa diperlukan juga pengenalan seni ludruk kepada anak-anak sekolah sejak dini, untuk menepis adanya kesan bahwa seni itu ketinggalan zaman.
"Setahun lalu ada Mbah Karno, seorang guru dan juga seniman di Desa Gumuk Mas, Jember selatan yang membina anak-anak untuk bermain ludruk. Saya kira ini merupakan terobosan, yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah daerah," katanya.
Ia mengemukakan bahwa sebetulnya apresiasi masyarakat terhadap ludruk saat ini masih tergolong tinggi, khususnya di daerah pedesaan. Seharusnya apresiasi ini juga disambut oleh pemerintah untuk memajukan seni tersebut.
"Misalnya, dinas pendidikan memasukkan kesenian ludruk menjadi salah satu pelajaran muatan lokal. Itu saya kira akan sangat membantu menghidupkan ludruk," katanya berharap.(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008