London (ANTARA) - Bagi Ustadz Ihya Ulumudin, (31) dari Purwakarta diminta menjadi khotib dan imam dalam Sholat Jumat yang diadakan di University of Heriot Watt di kota Edinburgh, Skotlandia, yang diikuti tidak kurang dari 500 mahasiswa dari berbagai negara itu tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
“Alhamdulillah banyak ilmu dan pengalaman baru yang saya dapatkan terutama ketika bertemu banyak komunitas Muslim dan non Muslim di Skotlandia, ujar ustadz Ihya Ulumudin, salah satu dari lima ustadz yang mengikuti program Bahasa Inggris untuk Ulama kepada Antara London.
Ustadz Ihya Ulumudin selama dua minggu, sejak tanggal 3 November lalu mengikuti program Bahasa Inggris untuk Ulama yang diadakan Kedutaan Indonesia di London dan Asosiasi Muslim Inggris (AOBM) serta Propinsi Jawa Barat.
Dia ditempatkan di Inggris dan di Skotlandia, sementara ustadz Beni Safitra di Manchester dan ustazah Wifni Subhani ditempatkan di Birmingham.
Sebelumnya KBRI London dan Asosiasi Muslim Inggris (AOBM) mengelar acara resmi untuk program Bahasa Inggris untuk Ulama di Parlemen (House of Commons) menyambut kelima Ulama Muslim dari Jawa Barat, Indonesia, mengunjungi Inggris selama dua minggu dari tanggal 3 sampai 18 November.
Sementara peserta program Bahasa Inggris untuk Ulama dari berbagai kota di Jawa Barat yang digagas Gubernur Ridwan Kamil ditempatkan di lima kota seperti di London, Bristol, Glasgow, Manchester dan Birmingham dimana mereka dan komunitas lokal saling belajar keragaman budaya dan pengalaman beragama.
Menurut Ustadz Ihya Ulumudin, beberapa kegiatan yang dilakukan di Skotlandia selain mengisi khutbah Jumat di University of Heriot Watt Edinburgh, ia juga melakukan interfath dialogue, mengisi ceramah dalam rangka Maulid Nabi di Rutherglen dan mengisi kegiatan di kota Aberdeen.
Banyak pengalaman yang berharga diperoleh selama mengikuti program Bahasa Inggris untuk Ulama dicanangkan Dubes Indonesia untuk Inggris dan Irlandia Rizal Sukma, Mohammed Abbasi dari Asosiasi Muslim Inggris dan Anggota Parlemen, mantan Dubes Inggris di Indonesia Moazzam Malik.
“Selama mengikuti program Bahasa Inggris untuk Ulama di Inggris saya sangat menikmati dan pengalaman yang sangat berharga,” ujar Ustadz Ihya Ulumudin.
Hal yang menarik buat Ustadz Ihya Ulumudin adalah saat ia sedang membaca Al Quran dalam Mesjid, tiba-tiba rombongan siswa dan guru masuk ke dalam masjid dipandu pihak masjid dan diberikan pengetahuan tentang mesjid dan keislaman.
Setelah ikut nimbrung dan ngobrol dengan guru dan pihak masjid, ternyata mereka adalah siswa sekolah yang mayoritas pelajarnya beragama Katolik. Kegiatan semacam ini sering dilakukan dan diprogramkan sekolah di Glasgow. “Sangat luar biasa toleransi negeri Elizabeth ini,” ujar Ustadz Ihya Ulumudin.
Baca juga: Gubernur Jabar ke Inggris bawa tiga misi
Baca juga: Ridwan Kamil sapa ulama Jabar di Inggris
Baca juga: Mulai berdakwah, lulusan "English for Ulama" tiba di Inggris
Diskusi dengan polisi
Selama di Scotland, ustadz Ihya mengisi beberapa acara diantaranya diskusi tentang terorisme, radikalisme, dan toleransi dengan kalangan kepolisian di Govan Police Station
Diskusi dengan Imam besar Habib di Glasgow Central Mosque tentang kesejahteraan umat, keadilan, terorisme dan lain-lain. Dialog tentang gender dan patriarchal dari sudut pandang kitab suci di Interfaith University of Glasgow, berdiskusi tentang masuknya Islam ke negeri Queen Elizabeth, dan sharing tentang masuknya Islam ke Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kunjungan ulama ke Inggris tersebut adalah bagian dari program Bahasa Inggris untuk Ulama yang bertujuan mempersiapkan ulama jadi agen perubahan yang akan membawa pesan perdamaian dunia dari perspektif Islam kepada komunitas global.
Sementara itu ustadz Hasan al Banna (32) dari Cirebon mendapat tugas di kota London dimana masyarakatnya yang majemuk dan multikultur. Selama di London ustadz Hasan melakukan pertemuan dengan komunitas pebisnis dan pengacara asal Pakistan, anggota parlemen partai buruh dan tim sukses Walikota London, Sadiq Khan.
Selain itu ia juga melakukan interfaith dialogue dengan pemuka agama, seperti dari gereja Yahudi, Syiah dan Ahmadiyah. “Tentu warna Islam yang ada di Inggris tergantung dari negara asal mereka," ujar Hasan yang melakukan pengamatan dan berdiskusi dengan banyak pemuka agama.
Menurut ustad Hasan, London, Inggris, sebagai community based country menjadi contoh yang baik bagi dunia bagaimana toleransi tumbuh dan berkembang menghargai perbedaan.
Toleran, harmoni dan tidak membeda-bedakan dari mana pun kita berasal menjadi nilai poin plus.
Diakuinya meskipun tidak sempurna, namun Inggris berhasil menjadi contoh yang baik, untuk itu ia berharap pesan perdamaian itu juga bisa sampai ke Indonesia dan daerah masing-masing.
Sebagai representasi dari program Gubernur dan Pemprov Jabar bekerja sama dengan British Council Indonesia para peserta dilatih agar siap menghadapi berbagai tantangan.
Baca juga: Wagub: Ulama tak perlu risau Raperda Pesantren ditolak Kemendagri
Baca juga: 30 ulama muda Jabar bakal ikuti program pertukaran ke Inggris
Baca juga: Alumni English For Ulama siap wartakan islam damai ke Eropa
Ahok dan toleransi
Beberapa isu-isu yang menarik perhatian Barat antara lain kondisi Islam di Indonesia, kasus Ahok, syariah Islam di Aceh, radikalisme dan intoleransi serta permasalahan keagamaan adalah isu yang harus dijawab secara moderat.
Hal Ini dapat dipahami mengingat Barat melihat Indonesia mewakili bangsa dengan populasi muslim terbesar dunia. Indonesia memiliki komunitas yang kuat menjaga kerukunan tersebut.
Dari sisi pemerintah, kerajaan Inggris sangat menghargai perbedaan yang tumbuh begitu baik hingga lingkup terkecil di masing komunitas.
Hal itu dirasakan ustadz Hasan, saat berkunjung ke sekolah Katolik yang didominasi murid berkulit hitam, meskipun ada juga siswa yang beragama Muslim bahkan menggunakan cadar.
Kelima ulama yang mengikuti Bahasa Inggris untuk ulama itu dipilih dari 30 ulama di Jawa Barat yang mengikuti pelatihan dan diseleksi dari 265 kandidat potensial di Jawa Barat.
Mereka yang terpilih, sebelum ke Inggris mengikuti pelatihan dua minggu yang diadakan British Council untuk meningkatkan bahasa Inggris dan memperluas ajaran agama Islam dan belajar dari komunitas multi agama dan multi kultural di Inggris.
Dubes Rizal Sukma mengatakan program Bahasa Inggris untuk Ulama dengan berkunjung ke Inggris adalah terobosan bagi upaya diplomatik Indonesia. Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar, Pemerintah Provinsi Jawa Barat berupaya menampilkan dan menyebarkan Islam damai (Islam rahmatan lil-alamin) dari perspektif Indonesia ke dunia.
Melalui kunjungan ini, publik Inggris dapat belajar tentang kehidupan Islam di Indonesia melalui dialog langsung antara lima ulama dengan kelompok komunitas Muslim heterogen di Inggris.
Diharapkan kelima ulama kembali ke Indonesia, mereka akan menginspirasi yang lebih besar komunitas ulama berdasarkan pada apa yang dipelajari dari kunjungan di Inggris dan menjadi utusan perdamaian internasional dan secara aktif terlibat dalam berbagai isu global dari kalangan Islam.
Menurut Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, Bahasa Inggris untuk Ulama bertujuan menyiapkan ulama Jawa Barat menjadi agen perubahan mendukung visi dan misi pemerintah provinsi Jawa Barat, “Jawa Barat Juara Lahir Batin.”
Jabar Juara Program Lahir dan Batin berkomitmen menjamin perkembangan masyarakat Jawa Barat tidak hanya akan fokus pada teknologi dan infrastruktur tetapi juga memperkuat elemen spiritual masyarakat.
Melalui peningkatan kapasitas bahasa Inggris dan berkunjung ke Inggris, kelima ulama menjadi pemimpin dalam membawa pesan perdamaian dunia dialog antaragama internasional dari perspektif Islam termasuk pesan Islam, “Kami berterima kasih kepada Kedutaan Indonesia di Inggris dan Asosiasi Muslim Inggris (AOBM) yang membantu mengatur program ini di Inggris," katanya.
Sementara itu Direktur British Council Indonesia, Paul Smith mengatakan senang bisa bekerja dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mengembangkan kapasitas bahasa Inggris Warga Jawa Barat, termasuk Ulama di Jawa Barat.
Menurut Paul, Bahasa Inggris adalah bahasa yang paling banyak digunakan di dunia dan merupakan keterampilan abad ke-21 yang akan membantu Indonesia membangun secara global.
Adanya program Bahasa Inggris untuk ulama menandai suatu terobosan penting. “Kita senang menerima lima delegasi ulama muda dari program pelatihan mengunjungi Inggris. Mereka berbagi kisah tentang Islam Indonesia sebagai negara terkemuka di dunia memperjuangkan keberagaman dan pluralisme dan pemahaman internasional melalui nilai-nilai Islam dan pengajaran,” ujarnya.
Dengan kepulauan yang luas, keragaman budaya, etnis, agama dan bahasa, Indonesia adalah contoh dari salah satu negara terpadat di dunia yang mengedepankan nilai-nilai toleransi dan Islam damai untuk berkontribusi pada perdamaian dunia yang lebih harmonis.*
Baca juga: 30 ulama Jabar lolos Program English for Ulama
Baca juga: Dubes Rizal: Kehadiran Indonesia di WTM London membanggakan
Baca juga: RI, Inggris capai SDGs dan saling dukung di PBB
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019