Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menyampaikan belasungkawa atas peristiwa yang terjadi di Pasuruan pada saat pembagian zakat oleh seorang pengusaha bernama H. Syaikhon di Kelurahan Purutrejo, Pasuruan, Jawa Timur, yang mengakibatkan sekurang-kurangnya 21 orang meninggal dunia. Menteri Agama M. Maftuh Basyuni menilai, kejadian ini sebenarnya tidak perlu terjadi kalau Syaikhon mau menyerahkan zakatnya kepada amil zakat yang sudah ada, misalnya Bazda atau amil zakat lain. "Sungguh disayangkan kejadian ini terjadi justru saat kita menjalankan ibadah puasa. Oleh karena itu, pemerintah bersimpati kepada keluarga yang telah meninggalkan kita. Mudah-mudahan Allah SWT, memberikan mereka tempat yang sebaik-baiknya," kata Menag kepada wartawan di Kantor Departemen Agama, Jakarta, Senin (15/9). Menag memandang tragedi itu terjadi karena kekurangpercayaan masyarakat terhadap lembaga amil zakat, di samping karena keinginan para muzzaki (pemberi zakat) untuk memberikan zakat secara langsung kepada yang berhak. "Kami sudah memerintahkan Kakanwil untuk bisa mensosialisasikan (fungsi badan amil zakat) itu. Kita juga ingin membuktikan bahwa badan amil zakat itu dapat dipercaya," jelas menteri. Ia menilai kepercayaan masyarakat kepada lembaga amil zakat tidak dapat dipaksakan, namun lembaga amil zakat harus berintroskpeksi dengan menunjukkan sebagai lembaga yang dapat mengelola zakat secara transparan dan profesional. "Kita sedang mengupayakan agar (penyaluran) zakat dapat dikoordinasikan sebaik-baiknya. Organisasi (zakat) masih banyak seliweran gak keruan, mudah-mudahan kejadian ini memacu kita ke arah yang lebih baik," terang Menag. Pemerintah menyarankan para pemberi zakat (muzzaki) yang membagikan zakat secara langsung dengan menggunakan kupon-kupon yang diberikan kepada mustahik yang ditunjuk bisa berkoordinasi dahulu dengan aparat terkait. Pemerintah juga mengakui, potensi zakat di tanah air sangat besar apabila dikelola dengan baik sehingga negeri ini tidak perlu berutang ke luar negeri. (*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008