Jakarta, 15/9 (ANTARA) - Gejolak pasar global berawal dari krisis sub-prime di US Juli 2007 telah berimbas kepada perekonomian dunia termasuk Indonesia yang menyebabkan pasar keuangan mulai mencari titik keseimbangan baru. Hal ini sedikit banyak menimbulkan ketidakpastian bagi para pelaku pasar. Dalam keadaan seperti ini posisi pasar Negara berkembang (Emerging Market termasuk Indonesia) menjadi kurang beruntung karena para pemodal besar cenderung melikuidasi posisinya di Negara Berkembang untuk menutupi kerugiannya di tempat lain serta berpindah ke instrument yang dianggap lebih aman (surat hutang di US) atau ke bentuk kas. Akibatnya likuiditas di pasar keuangan di berbagai negara termasuk Indonesia menjadi langka. Di Indonesia, pada saat bersamaan pertumbuhan ekonomi yang tinggi membutuhkan likuiditas yang lebih besar pula dan pada akhirnya berpengaruh terhadap likuiditas di pasar saham dan perbankan nasional. Secara makro keadaan dan prospek likuiditas Indonesia tetap terjaga di tengah gejolak pasar global dan pasar keuangan domestik yang telah membawa dampak kepada perkembangan indeks harga saham, pasar surat hutang, maupun rupiah. Terjaganya likuiditas ditandai dengan gambaran APBN sampai dengan bulan Agustus 2008 di mana realisasi Pendapatan Negara khususnya penerimaan pajak naik sebesar 46%, sehingga penerimaan negara keseluruhan melampaui target sebesar 68% dari APBN-P. Pada sisi Belanja Negara memang masih belum mencapai target yang diinginkan, namun sudah lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Pengeluaran subsidi BBM juga diperkirakan berkurang karena penurunan harga minyak dunia, sehingga akan mengurangi pengeluaran total pemerintah. Akibatnya, gambaran defisit tahun 2008 akan menurun dari semula 2,1% PDB menjadi sekitar 1,7% PDB. Dengan penurunan defisit tersebut maka kebutuhan pembiayaan melalui penerbitan surat hutang akan menurun sebesar Rp15 triliun yang pada akhirnya akan mengurangi kebutuhan likuiditas pemerintah dari pasar. Sementara itu pada Gambaran Neraca Pembayaran, Neraca Perdagangan pada Triwulan kedua tahun 2008 mengalami penurunan disebabkan oleh kenaikan impor minyak dalam jumlah yang sangat besar. Hal ini disebabkan oleh siklus tahunan dalam rangka penguatan stok bahan bakar menghadapi lebaran dan pemeliharaan rutin tahunan kilang minyak Pertamina yang waktunya berdekatan dengan bulan puasa saat kebutuhan stok BBM harus ditingkatkan. Impor barang modal juga naik. Kenaikan impor barang modal sebenarnya mencerminkan sinyal positif karena merefleksikan kenaikan investasi dalam kerangka menopang pertumbuhan ekonomi. Kenaikan impor ini diperkirakan masih terus berlangsung sampai dengan triwulan ketiga tahun 2008 namun akan membaik pada triwulan keempat 2008 karena pergerakan siklus yang kembali normal. Dari gambaran neraca modal, dalam triwulan kedua tercatat kemajuan yang signifikan, di mana arus investasi asing langsung meningkat dari US$1 miliar (triwulan kedua 2007) menjadi US$2,8 miliar pada triwulan kedua 2008. Kecenderungan ini diperkiran masih akan berlanjut hingga akhir tahun. Oleh karena itu neraca pembayaran Indonesia akan relatif aman. Dari seluruh proyeksi di atas pemerintah memiliki keyakinan bahwa likuiditas makro akan tetap terjaga dan dapat mendukung perkembangan perekonomian. Namun demikian persoalan yang kita hadapi juga menyangkut likuiditas mikro di tingkat perbankan. Oleh karena itu Pemerintah bersama Bank Indonesia siap mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi tekanan likuiditas yang bersifat makro maupun mikro. Langkah-langkah tersebut, antara lain: (1) Pemerintah terus memperbaiki tingkat penyerapan belanja dan bahkan melakukan percepatan pengucuran belanja untuk rekening-rekening tertentu, (2) Pemerintah akan mengurangi penerbitan surat berharga negara sesuai dengan gambaran defisit APBN tahun 2008, (3) Menyegerakan penyelesaian revisi PP. No.1/2007 tentang perluasan cakupan industri yang mendapatkan fasilitas fiskal, sehingga mendorong investasi langsung yang selanjutnya akan menarik arus modal masuk, (4) BI menyediakan fasilitas likuiditas kepada perbankan yang membutuhkan melalui operasi pasar terbuka, termasuk melalui pembelian surat berharga, (5) BI melakukan penyempurnaan berbagai aturan tentang pemberian fasilitas repo sehingga mempermudah perbankan untuk mendapatkan likuiditas tambahan dari BI. Namun demikian, pemerintah dan BI mengimbau agar perbankan beserta pelaku pasar untuk tetap tenang, tidak panik serta tidak terpancing untuk melakukan perang harga atau suku bunga yang pada gilirannya akan merugikan industri itu sendiri. Perlu diingatkan agar bank-bank tetap mengelola likuiditas secara berhati-hati. Pemerintah bersama-sama BI akan tetap memonitor perkembangan ini dari waktu ke waktu dan berkoordinasi mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu untuk meminimalkan kerugian yang dialami industri keuangan maupun perekonomian nasional. Pemerintah dan Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia dalam menghadapi penyesuaian terhadap gejolak pasar global. Menteri Keuangan menambahkan bahwa "Secara makro keadaan dan prospek likuiditas Indonesia tetap terjaga di tengah gejolak pasar global dan pasar keuangan domestik. Pemerintah bersama Bank Indonesia telah siap mengambil langkah-langkah terkoordinasi dan terukur yang diperlukan untuk mengatasi tekanan likuiditas dan mengembalikan kepercayaan para pelaku ekonomi." Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi Samsuar Said, Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Departemen Keuangan, Telp: (021) 384-6663, Fax: (021) 384-5724
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2008