Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Kesetiaannya mengikuti turnamen di Bali sejak 2005 tidak sia-sia, ketika dalam usahanya yang keempat kali, Patty Schnyder meraih gelar pertamanya di Pulau Dewata dan yang pertama sejak 2005.Tepat ketika turnamen yang terakhir bertitel Commonwealth Bank Tennis Classic 2008, setelah sebelumnya dikenal juga sebagai turnamen tenis Wismilak Internasional, petenis peringkat 13 dunia itu meraih gelar terakhir turnamen tersebut sebagai turnamen tier III yang berhadiah 225.000 dolar AS.Tahun depan, satu-satunya turnamen WTA Tour yang digelar di Indonesia itu akan berubah formatnya menjadi kelas championship dengan total hadiah 600.000 dolar AS yang hanya diikuti oleh 12 petenis terbaik yang menjadi juara dalam turnamen kategori internasional."Saya sangat senang menang di sini. Saya berharap bisa lolos ke turnamen baru (tahun depan) kembali lagi ke sini dan bisa menang lagi," ujar Schnyder yang sebelumnya duakali mencapai semifinal di Bali, mengenai harapannya dapat tampil dalam turnamen baru tahun depan. Keberhasilan di Bali menjadi gelarnya yang ke-11 sepanjang karir petenis asal Swiss kelahiran 14 Desember 1978 yang mengawali karir tenis profesionalnya sejak 1994. Bali juga mengakhiri masa paceklik gelar sejak 2005 saat petenis yang memilih bersantai di atas speedboatnya pada saat senggang itu memenangi mahkota di Cincinnati. Mengawali turnamen sebagai unggulan kedua yang mendapat bye pada putaran pertama, Patty selalu memenangi pertandingan dalam turnamen kali ini tanpa kehilangan satu set pun. Setelah berjuang selama satu setengah jam mengatasi petenis asal China Peng Shuai pada babak 16 besar, perempatfinal Prancis dan AS Terbuka itu tanpa kesulitan menundukkan petenis Polandia Marta Domachowska 6-2, 6-2 untuk membukukan tempat di semifinal. Ia kemudian mengatasi petenis Rusia, Nadia Petrova, peraih gelar di Cincinnati tahun ini yang diunggulkan di urutan keempat, dalam pertandingan semifinal ketiga tahun ini bagi kedua pemain. Patty menggenapi penampilannya yang mengesankan tersebut dengan menundukkan petenis muda asal Austria Tamira Paszek yang pernah mengalahkan dia di AS Terbuka 2007 untuk memenangi gelar di Bali dalam penampilannya yang keempatkalinya, juga dalam dua set, 6-3, 6-0. "Dia menekan saya terus-menerus tetapi saya berusaha fokus," kata Patty mengenai lawannya yang mencatat prestasi mengesankan dalam penampilan perdananya di Bali setelah mengalahkan tiga pemain unggulan --unggulan ketujuh Sara Errani, unggulan ketiga Flavia Pennetta dan unggulan pertama Daniela Hantuchova-- dalam perjalanannya menuju final. Biasa saja Mengawali karir profesionalnya di usia 15 tahun, prestasi petenis nomor satu di negaranya, Swiss, prestasinya tidak menonjol. Hingga 14 tahun karir profesionalnya, Patty belum meraih satu gelar Grand Slam pun dan pencapaian terbaiknya adalah semifinal di Australia Terbuka 2004. Agaknya, Patty adalah salah satu petenis yang menikmati perjalanan karirnya tanpa harus ngoyo mengejar target. Di sela-sela jadwal tur yang padat, anggota tim Piala Fed Swiss pada 1996-1998, 2000, 2002-2004 itu masih menyempatkan diri menikmati kegiatan-kegiatan kesukaannya. Disamping tenis yang dipilihnya sebagai tempatnya berkarir, petenis yang menjadi juara di negaranya pada awal karir itu juga menyukai ski, biliar, golf dan sepak bola. Ia juga suka menyusuri danau dengan speedboat yang dianggapnya sebagai cara terbaik untuk santai. Karenanya petenis yang mengaku menyukai olahraga air itu sangat menikmati kala penyelenggara tenis di Bali menggelar pelatihan selancar tahun lalu. Selain itu, Patty yang mencapai peringkat tertinggi sepanjang karirnya saat menduduki ranking tujuh dunia pada 2005, juga menikmati nonton DVD dan bermain game komputer di sela-sela kepadatan jadwal latihannya. Petenis yang menikahi pelatihnya, Rainer Hofmann yang sebenarnya adalah seorang spesialis informasi teknologi, pada 2003, mengaku mencintai Australia dan memilih negara tersebut sebagai tempat tinggalnya setelah pensiun. Bersama suaminya pula, petenis kidal yang suka membaca dan sangat menyukali biografi Nelson Mandela itu menulis buku otobiografi yang berjudul "The White Mile".(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008