Jakarta, (ANTARA News) - Pemerintah tidak akan reaktif (termasuk menurunkan harga minyak dalam negeri) dalam menyikapi penurunan harga minyak saat ini yang mencapai sekitar 100 Dolar AS per barel. "Kalau harga minyak internasional dan harga dalam negeri, pemerintah tidak akan membuat keputusan yang reaktif apalagi untuk komoditas yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak," kata Menkeu/Menko Perekonomian, Sri Mulyani Indrawati di Gedung Djuanda I Depkeu Jakarta, Jumat malam. Menurut dia, harga BBM yang berlaku saat ini masih di bawah harga keekonomian/pasar sehingga pemerintah masih harus memberikan subsidi hingga mencapai lebih dari Rp100 triliun. "Jumlah subsidi itu hampir sama dengan anggaran pendidikan 20 persen," kata Sri Mulyani. Menurut dia, seluruh konstruksi anggaran termasuk yang menyangkut harga minyak sudah dibahas dengan matang bersama DPR sehingga seluruh posibilitas (kemungkinan) sudah diperhitungkan. "Harga BBM sudah memperhitungkan daya beli masyarakat, kemungkinan penyelundupan, besaran subsidi, dan lainnya," katanya. Menanggapi kebijakan Malaysia yang menurunkan harga minyak dalam negerinya, Sri Mulyani mengatakan, konteks kebijakan di Malaysia beda dengan Indonesia. "Di Malaysia konteksnya beda, kondisi politik lain, tujuan menaikkan saat itu juga beda, dan sekarang diturunkan juga berbeda," katanya. Menurut dia, harga minyak mentah dunia saat ini yang mencapai sekitar 100 Dolar AS per barel juga masih jauh dari asumsi harga minyak di APBNP 2008 sebesar 95 Dolar AS per barel. "Harga rata-rata selama sembilan bulan terakhir ini juga masih mencapai 108 dolar AS per barel sehingga juga masih jauh dari asumsi APBNP 2008," katanya. Sementara itu mengenai proses negosiasi harga gas Tangguh, Sri Mulyani mengatakan, Presiden sudah mengumumkan Ketua Tim Negosiasi adalah Menko Perekonomian. "Nantinya tim akan terdiri atas tim negosiasi dan tim teknis," katanya.Menurut dia, tim yang dipimpinnya tengah melakukan persiapan seperti pengumpulan berbagai informasi dan pendekatan dengan pemerintah China.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008