Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggenjot pendapatan dari sektor pajak untuk menghindari pembengkakan defisit lebih besar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2019.

Meski berdasar data yang dihimpun per 11 November 2019 realisasi pendapatan dari pajak sebesar Rp33,5 triliun dari target Rp44,5 triliun, Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah mengatakan, pihaknya tetap yakin bisa mengejar target itu.

"Pendapatan pajak kami trennya lagi naik terus, lagi kami kejar terus. Ini kan masih ada waktu 1,5 bulan lagi. Historinya dibanding (berdasarkan) beberapa tahun, Desember itu selalu bagus pendapatannya," kata Saefullah di Jakarta, Jumat.

Saefullah mengatakan bahwa APBD DKI Jakarta tahun 2019 diprediksi mengalami defisit karena ada kekurangan pendapatan dari sisa dana bagi hasil pemerintah pusat sebesar Rp6,39 triliun yang belum disetorkan ke kas Pemprov DKI Jakarta.

Dana bagi hasil itu salah satunya diberikan berdasarkan pajak yang diterima pemerintah pusat dari objek pajak di daerah. Karena itu, pemerintah pusat memberikan dana bagi hasil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kepada pemerintah daerah.

Baca juga: Postur anggaran trotoar dalam APBD DKI dinilai belum prorakyat
Baca juga: DKI bantah pemangkasan anggaran rehabilitasi sekolah karena Formula E

Sampai saat ini, berdasarkan laman apbd.jakarta.go.id, dana bagi hasil pajak/bukan pajak yang masuk ke pendapatan Pemprov DKI Jakarta sudah berjumlah Rp18.152.760.539.015.

"Yang paling menonjol itu dana bagi hasil kami yang kurangnya sangat jauh. Triwulan keempatnya tidak dibayarkan, mungkin di-pending untuk nanti tahun 2020. Yang 10 persen di triwulan ketiga juga belum disampaikan," kata Saefullah.

Dengan adanya prediksi APBD 2019 defisit, Pemprov DKI Jakarta akhirnya mengambil kebijakan menahan realisasi sejumlah program, termasuk pembebasan tanah untuk normalisasi sungai dan waduk yang dianggarkan sebesar Rp850 miliar (menjadi lebih dari Rp1 triliun dalam APBD-P 2019) dan baru terserap Rp350 miliar.

Pemprov DKI Jakarta akhirnya memprioritaskan program lain yang sudah berkontrak dengan pihak ketiga. Namun demikian, Saefullah tidak menjelaskan program lain yang dibatalkan karena prediksi anggaran defisit.

"Itu kan (APBD bentuknya) perda, dalam mengeksekusinya dicicil sesuai dengan kemampuan keuangan. Kan kami ada prioritas, yang sudah kontrak mesti dibayarkan," katanya.

Baca juga: Anggaran revitalisasi trotoar 2020 diefisienkan Rp200 miliar
Baca juga: Pembahasan KUA-PPAS DKI 2020 seharusnya selesai sejak Agustus

"Jangan semua, kami pilih-pilih mana yang paling prioritas supaya cash flow kami terjaga dengan baik," ujar Saefullah.

Menurut Saefullah, kondisi yang dialami Pemprov DKI saat ini pernah terjadi juga pada tahun sebelumnya. Namun, dia tidak merinci defisit anggaran tahun-tahun sebelumnya.

"Oh lebih gawat (tahun-tahun sebelumnya), karena dulu anggaran kami banyak kopong," ujar Saefullah.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019