Jakarta (ANTARA News) - Beberapa perusahaan pertambangan yang menunggak pembayaran royalti batubara, hingga Jumat belum juga memenuhi kewajibannya meski pemerintah telah menyediakan rekening khusus untuk keperluan itu. "Rekeningnya sudah ada, baik untuk pembayaran rupiah maupun dolar," kata Dirjen Kekayaan Negara Departemen Keuangan, Hadiyanto, di Jakarta, Jumat. Menurut dia, hingga saat ini belum ada pembayaran dari penunggak royalti batubara termasuk janji dari mereka menyetorkan Rp600 miliar sebagai jaminan. "Belum (ada yang masuk), padahal rekeningnya kan sudah ada, tinggal setorkan saja," katanya. Menurut dia, uang yang sudah disetorkan ke negara tidak akan hilang. "Kalau utang ke negara bayar saja, karena negara tidak akan bangkrut, sementara perusahaan bisa bangkrut," katanya. Menanggapi usulan agar penanganan kasus tunggakan royalti batu bara ditangani secara pidana, Hadiyanto menyilahkan jika ada pihak lain yang memiliki pandangan seperti itu. "Tetapi kalau dari sisi pengurusan piutang, kami hanya mengurusi apa yang diserahkan kepada panitia urusan piutang negara (PUPN)," katanya. Ia menjelaskan, proses penagihan di PUPN melalui mekanisme penerbitan surat paksa, kemudian ada pencegahan bepergian keluar negeri agar mereka dapat bekerjasama untuk segera membayar tunggakannya. Hadiyanto menegaskan bahwa penanganan masalah tunggakan royalti batu bara dikoordinasikan oleh Tim Optimalisasi Penerimaan Negara (OPN) di bawah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Jadi langkah ke depan mengenai penyelesaian piutang royalti ini selalu dikoordinasikan dengan Tim OPN. Maksud terpenting dari penagihan ini kan piutangnya ke kas negara. PUPN mencoba melihat keseluruhan persoalan dari semua aspek, baik dari aspek audit ataupun kemungkinan adanya `reimbursement`," kata Hadiyanto. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008