Jakarta (ANTARA) - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan rokok elektronik tidak lebih aman dibandingkan rokok biasa sehingga sudah seharusnya dilarang.
"Klaim rokok elektronik lebih aman adalah mitos dan menyesatkan," kata Tulus saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Para pendukung rokok elektronik dan vape kerap menggaungkan wacana bahwa rokok elektronik memang lebih aman daripada rokok biasa.
Baca juga: Ini penyebab perokok tembakau beralih ke Vave, menurut AVI
Baca juga: YLKI dukung pelarangan vape di Indonesia
Menurut artikel berjudul "Cigarette Smokling Kills; Vaping e-Cigarette Kills, Too" dari Aliansi Pengendalian Tembakau Asia Tenggara (SEATCA) yang diperbarui pada 28 September 2019, klaim bahwa rokok elektronik lebih aman 95 persen dibandingkan rokok biasa pertama kali dipublikasikan Public Health England (PHE) pada 2015, meskipun kelemahan studi tersebut diakui sendiri oleh penulisnya, David Nutt dan kawan-kawan.
Namun, klaim tersebut sudah dibantah oleh analisis British Medical Journal. British Medical Journal menemukan bahwa penelitian tersebut disponsori Euroswiss Health yang memiliki riwayat bekerja sama dengan industri rokok.
Penelitian tersebut juga didukung Lega Italiana Anti Fumo (LIAF) yang salah satu penelitinya terlibat dalam penelitian tersebut dan menyatakan dibiayai oleh sebuah perusahaan rokok elektronik.
Baca juga: Rokok elektrik mengandung karsinogen dan zat racun, kata dokter ahli
Baca juga: Asosiasi konsumen sebut pelarangan rokok elektrik tidak efektif
Karena itu, jurnal kedokteran terkemuka The Lancet dalam editorial yang berjudul "E-cigarettes: Public Health England's evidence-based confusion" memberikan catatan bahwa terdapat potensi konflik kepentingan terkait penelitian tersebut.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono meminta masyarakat tidak menggunakan vape untuk alasan kesehatan.
"Dari awal pernyataan kami adalah melarang. Pelarangan bukan pembatasan," kata Anung kepada wartawan di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin (11/11).
Baca juga: Pakar ingatkan perlunya regulasi khusus atur tembakau alternatif
Baca juga: Legislator Jateng sebut kenaikan cukai ancam petani tembakau
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019