Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah anggota Komisi I DPR menyatakan keprihatinannya atas vonis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bagi PT Tempo Inti Media Tbk, yang intinya agar meminta maaf secara terbuka melalui tiga media massa nasional kepada pihak Asian Agri Group, terkait perkara pemberitaan dugaan penggelapan pajak.
Keprihatinan itu antara lain disampaikan Ketua Komisi I DPR, Theo L Sambuaga, serta dua anggota Komisi I, Mutammimul Ula dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) dan Jeffrey Massie dari Fraksi Partai Damai Sejahtera (FPDS) di Jakarta, Jumat.
Tanpa bermaksud memengaruhi kewibawaan pengadilan, Theo Sambuaga yang juga anggota Fraksi Partai Golkar berharap, para penegak hukum dalam menangani kasus-kasus yang bersentuhan dengan pers, tidak semata menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tetapi harus pula disemangati oleh Undang Undang Pers.
Hal senada juga dinyatakan Mutammimul Ula, yang terang-terangan menuding majelis hakim masih menggunakan KUH Perdata sebagai dasar putusan. "Padahal, semangat Undang Undang Pers dengan KUH Perdata berbeda," ujarnya.
Sementara itu, Jeffrey Massie menilai, kasus vonis terhadap Tempo itu menambah panjang daftar "penghakiman" atas pers, tanpa menggali lebih mendalam hal-hal yang terkait dengan eksistensi serta payung hukumnya.
Sebagaimana diberitakan berbagai media, vonis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan PT Tempo Inti Media Tbk meminta maaf secara terbuka melalui tiga media massa nasional kepada pihak Asian Agri Group, terkait dengan perkara pemberitaan mengenai dugaan penggelapan pajak.
Selain itu, pihak Tempo juga diperintahkan membayar ganti rugi sebesar Rp50 juta.
Abaikan UU Pers
"Ini benar-benar mengindikasikan bahwa Majelis Hakim kurang memahami Undang Undang (UU) Pers. Artinya, Hakim masih menggunakan KUH Perdata sebagai dasar putusannya," kata Mutammimul Ula lagi.
Pengabaian terhadap UU Pers ini, sekali lagi menurutnya, benar-benar amat memprihatinkan. "Karenanya Mahkamah Agung harus membuat arahan dan petunjuk kepada para hakim untuk menggunakan Undang Undang Pers dalam mengadili kasus jurnalistik," ujarnya.
Dikatakannya, Mahkamah Agung harus melakukan langkah-langkah konkret untuk meningkatkan pemahaman hakim tentang Undang Undang Pers.
"Bila ini tidak dilakukan, maka kebebasan pers kita akan mati dan akan menciderai demokrasi yang sedang kita bangun," tambah Mutammimul Ula. (*)
Copyright © ANTARA 2008