Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah di pasar spot antar bank Jakarta, Jumat pagi, melemah tipis, setelah Bank Indonesia (BI) kembali masuk pasar untuk menahan rupiah agar tidak terpuruk lebih jauh, karena sebelumnya rupiah mengalami kemerosotan tajam. "BI tetap berada di pasar mengawasi pergerakan kedua mata uang itu secara ketat, sehingga rupiah tidak terpuruk tajam seperti yang terjadi sebelumnya," kata pengamat pasar uang, Edwin Sinaga, di Jakarta, Jumat. Menurut dia, apabila rupiah terus merosot menembus angka Rp9.500 per dolar AS, maka kepanikan pasar akan lebih parah. BI harus mampu menahan stabilitas rupiah agar tidak tembus angka Rp9.500 per dolar AS, ujarnya. Rupiah terpuruk menunjukkan ketidakpastian bagi pertumbuhan ekonomi di dalam negeri, apalagi lembaga keuangan internasional, IFC (Internasional Finance Corporation) menyatakan berbisnis di Indonesia semakin sulit. Karena itu, pemerintah harus dapat mengatasi masalah ini dengan cepat yang didukung oleh cadangan devisa BI yang cukup besar mencapai 60 miliar dolar AS, katanya. Rupiah sebelumnya terpuruk tajam hingga mencapai Rp9.435 per dolar AS, karena aktifnya spekulator asing membeli dolar AS, setelah turunnya harga komoditas di pasar global. Aksi beli dolar AS, baik di pasar domestik maupun global oleh pelaku asing, mengakibatkan pasar uang dan saham menjadi panik sehingga keterpurukan rupiah sulit dihindari. BI mungkin tidak menyangka bahwa aksi beli dolar AS oleh spekulator asing semakin besar, setelah dua hari lalu perburuan dolar AS terjadi, katanya. Sementara itu, dolar AS cenderung stabil karena para investor mengamankan investasinya dari gejolak pasar, sedangkan euro menghadapi tekanan akibat spekulasi bahwa zona euro tidak akan dapat menghindari resesi tahun ini. Euro terhadap dolar AS mencapai 1,3969 dolar turun dari 1,3976 dolar, terhadap mata uang Jepang, dolar mengendur kembali menjadi 107,05 yen dari 107,81 yen. Euro terpukul keras oleh penurunan estimasi pertumbuhan zona euro 2008 menjadi 1,3 persen dari sebelumnya 1,7 persen. "Eropa dan ekonomi maju lainnya sedang berjuang dari kejatuhan krisis," kata Edwin Sinaga. (*)

Copyright © ANTARA 2008