Indramayu (ANTARA News) - Ketua Umum Solidaritas Buruh Migran Indonesia (SBMI) Miftah Farid menyebutkan lebih dari 100 tenaga kerja Indonesia (TKI) terkatung-katung di wilayah Kurdistan, Tikrit, Irak, dan sebagian dari mereka menjadi pengemis atau pemulung."Hingga kini belum ada pihak yang bisa memulangkan mereka karena wilayah itu masih berstatus merah atau sangat rawan," kata Miftah di Indramayu, Kamis, yang mendampingi Safari Ramadhan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat.Miftah menyebutkan sekitar 40-50 orang TKI di antaranya sudah tidak memiliki dokumen karena telah habis masa berlakunya atau hilang oleh majikan mereka.Mereka, katanya, bisa pulang bila membayar kepada agen Bruskah di Irak sebesar 3.000 hingga 3.500 dolar AS. Miftah mengatakan pihaknya telah minta bantuan kepada KBRI di Yordania (pemerintah tak miliki KBRI di Irak) untuk membantu memulangkan mereka tetapi terbentur masalah keamanan. Pihak KBRI juga telah mengeluarkan Surat Perjalanan Laksana Paspor tetapi surat keterangan itu tidak berlaku. "Pihak KBRI juga bersedia mendanai kami untuk menjemput mereka di Irak tetapi hal ini kurang adil karena melindungi warganegara merupakan tanggungjawab pemerintah," kata Miftah. Sementara bantuan melalui jaringan SBMI seperti International Organization Migrant (IOM) yang merupakan lembaga advokasi buruh migran di bawah naungan PBB juga belum berhasil. Hal yang patut disayangkan, kata Miftah, pihak perusahaan jasa TKI PT Cemerlang Bintang Sekawan dan seorang calo bernama Tarso di Brebes, Jateng yang membantu memberangkatkan mereka tidak peduli atas nasib para TKI di Irak itu. "Tarso malah terus memperkaya diri dan membangun rumah tingkatnya," kata Miftah menyesalkan.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008