Pernyataan mundur diajukan setelah parlemen Kuwait pada Selasa (12/11) melakukan pemungutan suara menyangkut mosi tidak percaya terhadap Menteri Dalam Negeri Sheikh Khalid al-Jarrah al-Sabah, yang merupakan anggota senior keluarga berkuasa Al Sabah.
Pengunduran diri kabinet kerap terjadi di Kuwait ketika anggota-anggota parlemen terpilih bersiap-siap membahas atau melakukan pemungutan suara atas mosi tidak percaya terhadap pejabat tinggi pemerintah.
Pengunduran diri harus terlebih dahulu disetujui oleh amir Kuwait, yang kemudian akan memerintahkan pembentukan kabinet baru.
Para anggota parlemen sebelumnya telah memeriksa Sheikh Khalid atas dugaan menyelewengkan jabatan. Khalid membantah tuduhan tersebut.
Pada Jumat pekan lalu, menteri pekerjaan umum Kuwait menyatakan mundur setelah dicecar oleh parlemen soal kerusakan yang ditimbulkan banjir di negara itu akibat curah hujan yang lebat.
Kuwait, negara penghasil minyak anggota OPEC dan merupakan sekutu Amerika Serikat, memiliki sistem politik paling terbuka di antara enam negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk. Parlemen Kuwait memiliki kekuasaan untuk mengeluarkan undang-undang serta menginterogasi menteri.
Pemerintah negara itu dipimpin oleh seorang perdana menteri hasil pilihan amir, yang akan memberikan keputusan akhir menyangkut urusan negara. Jabatan-jabatan tinggi di negara itu diduduki oleh para anggota keluarga berkuasa.
Gesekan antara kabinet dan parlemen telah beberapa kali membuat kabinet dirombak atau parlemen dibubarkan.
Ketua parlemen Kuwait, Marzouq al-Ghanem, mengatakan kepada kantor berita KUNA pada Kamis bahwa amir negara itu tidak berniat untuk membubarkan parlemen.
Baca juga: Kuwait sampaikan pesan Iran untuk Arab Saudi, Bahrain
Baca juga: Utusan Kuwait: Kebungkaman dunia dorong Israel langgar hukum
Penerjemah: Tia Mutiasari
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2019