Jakarta (ANTARA) - Kuasa hukum mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghalang-halangi saudara maupun kerabat yang ingin mengunjungi kliennya tersebut di tahanan.
"Jadi, ini ada hal yang sangat penting memang harus kami sampaikan kepada rekan-rekan wartawan karena ada hak klien kami Bapak Imam Nahrawi yang menurut kami dihalang-halangi oleh penyidik KPK, yaitu hak untuk dikunjungi kerabat atau keluarga," kata Wa Ode Nur Zainab, anggota tim kuasa hukum Imam, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Diketahui bahwa Imam telah ditahan KPK sejak 27 September 2019 di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur.
Imam sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap terkait dengan penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan pemerintah melalui Kemenpora pada KONI pada tahun anggaran 2018.
Baca juga: KPK berterima kasih praperadilan Imam Nahrawi-Nyoman Dhamantra ditolak
Menurut dia, keluarga yang hendak berkunjung sampai sekarang belum diizinkan.
"Istri anak-anak iya (boleh berkunjung) tetapi 'kan ada keluarga yang lain ada saudara. Kerabat itu hak. Toh, di dalam KPK sendiri sudah ditentukan jadwalnya, jam berkunjungnya. Sudah ada aturannya. Saya kira sepanjang kami mengikuti aturan internal KPK mestinya tidak ada persoalan," tuturnya.
Terkait dengan hal tersebut, kata dia, kuasa hukum juga telah mengirimkan surat ke KPK.
"Padahal jelas dalam Pasal 61 KUHAP salah satu hak tersangka adalah hak untuk dikunjungi baik itu urusan kekeluargaan maupun urusan yang lain. Akan tetapi, sampai saat ini surat kami itu belum ada tanggapan yang positif," katanya.
Ia pun mengungkapkan alasan kliennya tidak bisa dikunjungi tersebut karena adanya proses sidang praperadilan yang diajukan Imam di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Dari kami beberapa hari yang lalu alasannya karena praperadilan. Jadi, kalau dari alasan itu kami menyimpulkan bahwa semacam ada 'dendam kesumat' juga dari KPK kepada klien kami karena kemarin mengajukan praperadilan karena itu adalah hak juga tersangka atas tindakan dirinya sebagai tersangka yang ingin diuji di lembaga praperadilan," kata Wa Ode.
Baca juga: Kuasa hukum sebut Miftahul Ulum bukan representasi dari Imam Nahrawi
Selain persoalan hak berkunjung, dia juga mempermasalahkan soal pelayanan kesehatan terhadap kliennya.
"Yang kedua adalah hak untuk menentukan sendiri pelayanan kesehatan seperti apa yang diinginkan olehnya, itu di UU Kesehatan jelas. Beliau ada sakit tulang belakang sudah ada hasil laboratorium dan sudah menjalani fisioterapi di RSPAD (Gatot Subroto) dan menang beliau selama ini memang sangat nyaman atas pelayanan RSPAD," kata dia.
Pihaknya pun juga telah mengirimkan surat ke KPK agar kliennya dapat melakukan pemeriksaan kesehatan di RSPAD Gatot Subroto.
"Nah, ini surat kami untuk melakukan tes kesehatan melakukan pemeriksaan kesehatan di RSPAD terkait dengan sakit tulang yang diderita sampai sekarang belum ada respons. Padahal ini hak juga, di UU Kesehatan itu disebutkan itu hak seseorang," ujar Wa Ode.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019