Jakarta, (ANTARA News) - Depnakertrans, PT Jamsostek, dinas ketenagakerjaan akan memperluas kerjasama penegakan hukum UU No.3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja ke Polisi Indonesia (Polri) setelah kerjasama sudah dilakukan dengan Kejaksaan. Dirut PT Jamsostek Hotbonar Sinaga di Jakarta, Kamis, mengatakan kerja sama dengan Kejaksaan memberi dampak positif dalam memberi efek jera kepada perusahaan nakal yang tidak mengikutsertakan pekerjanya dalam program Jamsostek. Setelah melihat perkembangan itu, dia menilai kerjasama itu perlu diperluas karena di lapangan, kejaksaan hanya menangani kasus-kasus (pidana) khusus, sementara kepolisian bisa menangani pidana umum dan pidana khusus. Daerah kerja sama juga diperluas. "Terakhir kita menandatangani kerjasama dengan Kejaksaan di Jawa Timur," kata Hotbonar. Dia juga menyatakan tidak semua kasus pelanggaran Jamsosostek berakhir di meja hijau karena terdapat sejumlah perusahaan yang memenuhi kewajibannya ketika pada tahap pembuatan berita acara pemeriksaan atau pada tahap penyelidikan atau juga pada tahap penyidikan. Terlepas dari itu semua, dia mengingatkan bahwa kepesertaan jamsostek bagi kerja adalah hak normatif yang dijamin oleh UU dan badan dunia memasukkan jaminan sosial (social security) dalam hak asasi yang wajib dipenuhi.Sebelumnya, Direktur Pengawasan dan Norma Ketenagakerjaan Ditjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Depnakertrans Mudji Handojo mengatakan pasca reformasi sudah puluhan perusahaan yang di seret ke pengadilan karena tidak mengikutsertakan pekerjanya dalam program Jamsostek. Di Jakarta sudah 19 perusahaan yang diproses karena tidak mengikutsertakan pekerjanya dalam program Jamsostek, sementara di Gorontalo, Bandung dan Riau, masing-masing satu perusahaan. Sebagian besar pelanggaran yang dilakukan adalah perusahaan daftar sebagian (PDS) tenaga kerja (TK) atau upah ke PT Jamsostek. Kebijakan tersebut melanggar peraturan perundangan yang menyatakan setiap perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 10 orang atau membayar total upah Rp1 juta per bulan maka wajib mengikutsertakan pekerjanya dalam program Jamsostek. Penegakan hukum tersebut, kata Mudji, dapat dikatakan kebijakan baru, karena pada tahun-tahun sebelumnya sejak reformasi tidak ada perusahaan yang diseret ke pengadilan karena mengabaikan hak-hak normatif pekerjanya, termasuk kepesertaan dalam program Jamsostek. Menakertrans Erman Suparno di awal tahun ini menjadikan penegakan hukum dan peningkatan kualitas pengawasan ketenagakerjaan sebagai perhatian utama instansinya. Dampak dari penegakan hukum tersebut, kata Mudji, sangat terasa. Indikasinya, target kepesertaan di Kantor Wilayah (Kanwil) III PT Jamsostek yang meliputi DKI Jakarta untuk tahun ini sudah tercapai. Dia berharap kondisi yang sama juga terlihat pada daerah lain. Kepesertaan pekerja dalam program Jamsostek, menurut Mudji, bukan sekadar penegakan hukum positif yang diatur dalam peraturan perundangan, tetapi lebih dari itu, yakni pemenuhan hak-hak normatif yang memang sudah seharus diterima pekerja. Dia juga menyatakan kehilangan tulang punggung bagi suatu keluarga bisa membuat keluarga itu jatuh miskin. Karena itu, jaminan sosial merupakan salah satu jawaban untuk mengantisipasi risiko kerja, seperti sakit, celaka hingga meninggal dunia. Penegakan hukum yang dilakukan Depnakertrans itu juga bekerja sama dengan dinas ketenagakerjaan di tingkat provinsi, kabupaten, kota dan kantor-kantor PT Jamsostek di seluruh Indonesia.(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008