Mamuju (ANTARA) - Sekretaris Daerah Provinsi Sulbar, Muhammad Idris DP menyatakan pertumbuhan ekonomi Sulbar dipacu adanya investasi langsung pemerintah (direct investment) dan crude palm oil (CPO).

"Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Bank Indonesia, terdapat dua sayap dalam pembangunan daerah Sulbar, yaitu investasi langsung dari pemerintah dan CPO atau minyak sawit," kata Sekda Sulbar pada acara seminar pengembangan industri kelapa sawit di Mamuju, Kamis.

Ia mengatakan, hadirnya komoditas-komoditas lain, tidak mengecilkan peran industri kelapa sawit.

Menurut dia, pemerintah Sulbar mendukung dan mendorong pembangunan industri sawit di Sulbar.

"Hal ini dibuktikan dengan dibentuknya struktur khusus dalam instansi Dinas Perkebunan untuk fokus pada perkembangan sektor perkebunan, khususnya kelapa sawit," katanya.

​​​​​​​ Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2019, Pemerintah Sulbar juga akan meningkatkan kolaborasi pemangku kepentingan untuk memperkuat data-data yang akan mendukung dan menjadi dasar untuk perkembangan industri.

"Di sisi lain, tantangan yang di hadapi pelaku industri kelapa sawit Sulbar terutama petani adalah produktifitas kebun kelapa sawit," katanya.

Baca juga: Ekonomi Sulbar tumbuh 4,67 persen

Baca juga: Gubernur : ekonomi Sulbar tumbuh 6,23 persen

Baca juga: Gubernur harapkan BUMD jadi motor penggerak ekonomi


PIR-Trans

Ia menyampaikan berangkat dari program PIR-Trans di tahun 80-an, industri kelapa sawit mulai menjadi penggerak dan penopang ekonomi di Sulbar.

Industri Kelapa Sawit juga berperan penting dalam menciptakan lapangan pekerjaan terutama bagi masyarakat dengan jenjang pendidikan yang rendah, sehingga saat ini sawit telah menggantikan peran komoditas karet yang sebelumnya mendominasi perekonomian di Sulbar.

Menurut data yang ditunjukkan oleh Dinas Perkebunan Sulawesi Barat, hingga tahun 2018 jumlah perusahaan kelapa sawit di Sulawesi Barat mencapai 17 perusahaan dengan luas lahan perkebunan 79 ribu hektare.

Guru Besar Pertanian Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Laode Asrul memaparkan hal-hal yang mempengaruhi rendahnya produktifitas kelapa sawit diantaranya bibit palsu dan penerapan Good Agricultural Practices.

​​​​​Laode juga menjelaskan 1 juta hektar lahan perkebunan sawit di Indonesia masih menggunakan bibit yang tidak bersetifikat (bibit palsu) sehingga mempengaruhi produktifitas.

Rata-rata produktifitas kebun kelapa sawit Indonesia hanya 3,6 ton/ha per tahun, sementara lembaga riset mengungkapkan potensi produksi kelapa sawit bisa mencapai 7-9 ton/ha per tahun sehingga kurang memuaskan.*

Pewarta: M.Faisal Hanapi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019