Lahan dua petak milik saya ini, bulir gabah tidak ada isinya

Gunung Kidul (ANTARA) - Tanaman padi seluas 399 hektare yang tersebar di 10 kecamatan di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, terancam gagal panen atau puso, sehingga berpotensi menurunkan ketahanan pangan di daerah itu.

Kepala Bidang Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian dan Pangan Gunung Kidul Fajar Ridwan di Gunung Kidul, Kamis, mengatakan 10 kecamatan di Gunung Kidul terancam gagal panen, meliputi daerah Semin seluas 75 hektare, Patuk 194 hektare, Karangmojo 10 hektare, Ngwen 35 hektare, Girsubo 6 hektare, Wonosari 2 hektare, Playen 12 hektare, Ponjong, 32 hektare, Nglipar delapan hektare, dan Kecamatan Gedangsari seluas 25 hektare.

“Data terbaru tidak sampai 500 hektare tanaman mengalami puso. Namun demikian, pada Musim Tanam kedua (MT II) 2019 mengalami puso terbesar dalam 10 tahun terakhir,” kata Fajar Ridwan.

Menanggapi pertanyaan cadangan pangan baik pemerintah maupun cadangan pangan di tingkat petani, Fajar mengklaim aman. Ia mengatakan pemerintah kabupaten melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) menyediakan cadangan beras 18 ton.

“Untuk yang sembilan ton sedang diajukan melalui APBD kabupaten,” kata Fajar Ridwan.

Kemudian cadangan pangan di tingkat petani, menurutnya, juga tidak sampai masuk dalam grafik merah. Dari total produksi beras sebesar 290 ton pada 2018, sebanyak 47 persen di antaranya masuk dalam stok petani.

"Sebanyak 47 persen itu cadangan pangan untuk dikonsumsi sendiri. Jadi, ini masih aman meskipun pada MT II mengalami puso,” katanya.

Menurut Fajar, fenomena puso adalah siklus tahunan sehingga tidak perlu dikhawatirkan. Terlebih masyarakat sudah hafal dengan istilah ketidakcukupan pangan.

"Tentu pemkab memonitor pergantian musim yang tidak menentu, di mana tahun ini musim kemarau datang lebih awal. Tapi jika melihat cadangan pangan baik itu pemerintah maupun tingkat petani, tidak perlu ada yang dikhawatirkan,” katanya.

Seorang petani di wilayah Kecamatan Patuk, Jumari mengatakan MT II tahun ini hasilnya sangat buruk. Batang padi mengering, kata dia, kemudian dimanfaatkan untuk pakan ternak, jelas ketahuan gagal panen.

"Lahan dua petak milik saya ini, bulir gabah tidak ada isinya," katanya.

Ia mengatakan musim kemarau memang sulit diprediksi. Akibatnya dalam pemilihan jenis bibit pun berpengaruh. Dua bidang lahan miliknya menggunakan dua jenis bibit, di antaranya berumur pendek tiga bulan.

"Meski berumur pendek tapi tetap juga hasilnya minim karena tidak ada air,” katanya.

Baca juga: Legislator minta pemerintah antisipasi gagal panen akibat kekeringan

Baca juga: Kementan siapkan bibit padi unggul hadapi kekeringan

Pewarta: Sutarmi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019