Singapura (ANTARA) - Sejumlah peneliti di Singapura dapat mencetak jaringan kulit seukuran ibu jari menggunakan printer 3D dalam waktu kurang dari satu menit.
Inovasi itu pun menjadi terobosan yang dapat mengubah prosedur uji coba kosmetik dan produk lain sehingga tidak perlu mengorbankan hewan.
Jaringan kulit yang dibuat dari sel-sel dari donor dan kolagen memiliki struktur kimia dan biologi yang sama sebagaimana kulit manusia, kata John Koh, Manajer Laboratorium DeNova Sciences. Perusahaan rintisan itu bekerja sama dengan Nanyang Technological University untuk membuat jaringan kulit manusia buatan tersebut.
Baca juga: Agnez Mo jadi artis Indonesia pertama di Madame Tussauds Singapura
"Kami dapat membayangkan industri ini menuju pada tren uji coba yang tidak lagi mengorbankan hewan," kata Koh.
"Kami ingin menawarkan solusi uji coba produk ke kulit tanpa perlu menggunakan kulit hewan atau manusia," tambah dia.
Tim peneliti DeNova Sciences telah mempercepat proses pembuatan kulit menggunakan mesin cetak tiga dimensi (3D) sehingga pola yang terbentuk mirip dengan jaringan kulit manusia sebenarnya. Tiap jaringan kulit dapat dibuat dalam waktu kurang dari satu menit. Kecepatan pembuatan jadi temuan baru dalam proyek ilmiah tersebut.
Sebelum dicetak, campuran berbagai bahan didiamkan dalam inkubator selama dua minggu. Dalam tahapan itu, sel-sel kulit berlipat ganda sampai membentuk sebuah jaringan berwarna keputihan.
Baca juga: Mahathir: Kereta Singapura-Malaysia dilanjutkan dengan biaya murah
Kulit buatan itu nantinya dapat digunakan untuk menguji coba zat beracun atau yang berpotensi menyebabkan iritasi, serta berbagai macam zat aktif sebagaimana dapat ditemukan dalam kosmetik.
Tim dari DeNova Sciences saat ini masih fokus mengembangkan jaringan kulit yang menggunakan sel-sel orang Asia sebagai bahannya. Kulit itu dipakai untuk menguji coba efek pemutih dari kosmetik dan produk kecantikan.
Sumber: Reuters
Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019