Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah di pasar spot antarbank Jakarta, Rabu pagi, melemah tipis, akibat masih berlanjutnya aksi beli dolar AS spekulatif di kalangan pelaku pasar, meski Bank Indonesia (BI) sejak dua hari lalu telah masuk ke pasar melakukan intervensi. "Masuknya BI ke pasar untuk mengantisipasi tekanan negatif pasar terhadap rupiah yang cukup besar, sehingga mata uang Indonesia itu tidak terpuruk lebih jauh," kata analis valas PT Bank Himpunan Saudara Tbk, Rully Nova, di Jakarta, Rabu. Nilai tukar rupiah melemah menjadi Rp9.322/9.330 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.312/9.355 atau turun 10 poin. Dikatakannya, melambatnya ekonomi dunia terutama disebabkan ekonomi Amerika Serikat dan Eropa akibat krisis sektor perumahan AS yang mengakibatkan perusahaan-perusahaan AS mengalami kerugian yang berdampak luas. Namun nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat tidak besar, apalagi pemerintah juga telah mengalihkan ekspor komoditas itu ke negara lain. Jadi pelambatan ekonomi AS tidak akan berpengaruh besar, katanya. Indonesia, lanjut dia kemungkinan akan menjadi pasar yang lebih menarik yang akan didatangi investor asing, karena tingkat suku bunga merupakan yang tertinggi. Karena itu dalam waktu tidak lama, Indonesia akan kembali diminati investor untuk menempatkan dananya di pasar uang maupun di pasar modal, katanya. Kondisi ini, menurut dia akan mendorong rupiah kembali menguat yang saat ini terpuruk, akibat pasar panik dengan kondisi ekonomi dunia yang melambat. Jadi peluang rupiah untuk menguat kembali cukup besar dengan masuknya sejumlah investor asing ke dalam negeri, ucapnya. Sementara itu, dolar AS melemah terhadap mata uang utama lainnya karena para investor mengkhawatirkan kesehatan ekonomi AS. Euro naik menjadi 1,4134 per dolar dari 1,4129 dolar. Terhadap mata uang Jepang, dolar turun tajam 106,89 yen dari 108,27 yen. Eforia dolar AS memudar. akibat Kekhawatiran semakin memburuk kinerja keuangan perusahaan investasi Lehman Brothers yang mendorong aksi jual di Wall Street. (*)
Copyright © ANTARA 2008