Jakarta (ANTARA News) - Peringkat Indonesia dalam laporan "Doing Business 2009" yang diluncurkan Perusahaan Pembiayaan Internasional (IFC) melorot menjadi 129, dari tahun lalu 123, yang memperlihatkan lambatnya reformasi kebijakan dalam menciptakan situasi kondusif bagi pengusaha untuk membuka bisnis baru. Menurut Kepala Perwakilan IFC Indonesia, Adam Sack, Rabu, Singapura kembali menjadi surga bagi pengusaha yang ingin membuka usaha baru atau mengembangkan bisnis mereka, dengan menduduki peringkat pertama tiga kali berturut-turut, diikuti oleh Selandia Baru pada peringkat kedua, dan AS di peringkat tiga besar negara paling mudah dalam membuka bisnis baru. IFC dalam laporannya menyebutkan laporan itu mengelompokkan 181 negara di seluruh dunia dalam pemberian kemudahan membuka bisnis berdasarkan 10 indikator, termasuk mengenai waktu yang dibutuhkan, biaya untuk memulai bisnis baru, kemudahan membayar pajak dan menutup usaha. Namun, pemeringkatan itu tidak merefleksikan beberapa area tertentu seperti kebijakan makro ekonomi, kualitas infrastruktur, fluktuasi nilai tukar, persepsi investor, atau bahkan tingkat kriminalitas. Sementara itu, meskipun tengah mengalami protes besar-besaran atas kepemimpinan PM Samak Sundaravej, Thailand berhasil memperbaiki peringkatnya menjadi 13 dari 15 pada tahun lalu dengan melakukan reformasi pada aspek perijinan properti, perlindungan investor, pembayaran pajak dan perdagangan luar negeri. Demikian pula dengan Malaysia dan Kamboja yang melakukan reformasi yang signifikan hingga mendorong peringkat mereka menjadi masing-masing 20 dan 135, dari 24 dan 145 pada tahun sebelumnya. Meski demikian, Indonesia tidaklah sendirian yang mengalami penurunan peringkat di kawasan Asia Tenggara, seperti Filipina yang melorot dari peringkat 133 menjadi 140, dan Vietnam yang melorot satu peringkat dari 91 ke 92. Menurut laporan tersebut, perbaikan yang dilakukan Indonesia terutama pada akses informasi calon debitur sehingga mempermudah persetujuan kredit. "Seluruh negara di dunia membutuhkan aturan yang efisien, mudah diterapkan dan mudah diakses bagi mereka yang membutuhkannya. Kalau tidak, bisnis akan terjebak pada situasi dimana ekonomi menjadi tidak teratur dan informal sehingga akses pembiayaan untuk menambah tenaga kerja menjadi minim dan tidak adanya perlindungan tenaga kerja," kata Michael Klein, World Bank/IFC Vice President untuk pengembangan sektor finansial dan swasta. "Doing Business mendorong adanya peraturan yang tepat karena itu menjadi dasar bisnis yang sehat," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2008