"Kenapa substansi dulu, karena substansi sering menghambat masalah investasi dan sebagainya, dulu ketika Luhut Panjaitan jadi Menko Polhukam sebentar, sebagai pakar saya diundang mendiskusikan ini, banyak hukum yang bertentangan satu sama lain," kata Mahfud MD di kegiatan Rakornas Forkopimda di SICC, Bogor, Rabu.
Baca juga: Presiden Jokowi: Negara kita sudah kebanyakan peraturan
Baca juga: Presiden Jokowi minta kepala daerah "tutup mata" dalam proses izin
Contohnya kata Mahfud, Presiden Jokowi dulu pernah meminta waktu bongkar muat atau dwelling time di pelabuhan bisa dipercepat.
Tetapi karena berbagai sektor memiliki substansi aturan-aturan hukum berbeda-beda, akhirnya permintaan percepatan dwelling time dari 8 hari menjadi 4 hari tetap tidak bisa juga terealisasi.
"Mengapa tidak juga dipercepat, karena antara satu aturan dengan lainnya berbeda. kalau sudah selesai di Bea Cukai misalnya, ternyata belum selesai di pajak, di pajak, nanti izinnya lagi di perhubungan. Mengatur hal yang sama dengan cara berbeda," kata dia.
Penyelesaian substansi hukum ini kata dia akan dibereskan dengan cara omnibus law, yaitu menyelesaikan maslah hukum yang berbeda-beda dalam satu paket penyelesaian.
"Tidak satu-satu, karena kalau satu-satu ego sektoralnya muncul. Kalau omnibus law, undang-undang aslinya tetap diberlakukan, tapi materi-materi yang saling bersangkutan diangkat ke atas dalam satu undang-undang," ujarnya.
Selain persoalan substansi, yang harus dibenahi kata dia mengenai aparat penegak hukum dan budaya hukum masyarakatnya.
Baca juga: Presiden Jokowi tak kaget ada bangunan ambruk karena kualitas buruk
Baca juga: Rakornas Forkopimda, Jokowi bersyukur pertumbuhan ekonomi terjaga
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019